.

.

Sabtu, 28 Februari 2015

Kisah Kerohanian Sheikh Abu Yazid Al-Bustami


KISAH 1 : MASA SEBELUM KELAHIRANNYA
Datuk Abu Yazid al Bustami adalah penganut agama Zoraster (majusi). Ayahnya adalah seorang di antara orang-orang terkemuka di daerah Bustham.Kehidupan Abu Yazid yang luar biasa bermula semenjak dalam kandungan ibunya lagi.Setiap kali aku menyuap makanan yang ku ragukan halal haramnya. Ibunya sering berkata kepada Abu yazid dalam kandungan nya , ”engkau yang berada di dalam perutku memberontak dan tidak mahu berhenti memberontak, selagi makanan yang aku makan tidak dimuntahkan kembali”.


KISAH 2: BERBAKTI KEPADA IBUNYASetelah tiba waktunya, si ibu menghantar Abu Yazid ke Masjid. Abu Yazid mempelajari al Quran. Pada suatu hari gurunya menjelaskan erti sepotong ayat dari surah Al Lukman yang berbunyi:” Beterimakasihlah kepada Ku dan kepada kedua ibu bapa kamu”.Ayat ini sangat mengentarkan hati Abu Yazid. Abu Yazid meletakkan batu tulisannya dan berkata kepada gurunya: ”Izinkan saya pulang , ada yang perlu hamba katakan kepada ibuku”Si guru memberi izin. Lalu Abu Yazid pulang ke rumahnya.

Ibunya menyambutnya dengan kata-kata:”Thaifur, mengapa engkau pulang?. Apakah engkau mendapat hadiah atau ada sesuatu kejadian yang istimewa?””Tidak”, jawab Abu Yazid: ”Ketika pengajian ku sampai pada ayat di mana Allah memerintahkan agar aku berbakti kepada Nya dan kepada ibu. Tetapi aku tidak dapat mengurus dua buah rumah dalam waktu yang serentak ibu Ayat ini sangat menyusahkan hatiku. Mintalah daku ini kepada Allah sehingga aku menjadi milik mu seorang atau serahkanlah aku kepada Allah semata –mata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata-mata”.”Anakku”. Jawab ibunya: ”Aku serahkan engkau kepada Allah dan ku bebaskan engkau dari semua kewajipan mu terhadap aku. Pergilah engkau dan jadilah engkau seorang hamba Allah”.Di Hari kemudian , Abu Yzzid berkata:”Kewajipan yang pada mula ku kira sebagai kewajipan paling mudah di antara yang lain-lainya, ternyata merupakan kewajipan yang paling utama. Iaitu kewajipan untuk berbakti kepada ibu ku.. Di dalam berbakti kepada ibuku itulah ku perolehi segala sesuatu yang ku cari, yakni segala sesuatu yang hanya boleh difahami melalui tindakan displin diri dan pengabdian kepada Allah”.Antara peristiwa adalah sebagai berikut:Pada suatu malam ibu meminta air kepada ku. Maka aku pun pergi mengambilnya, ternyata di dalam tempayan kami tidak ada air. Ku lihat dalam kendi, tetapi kendi itu pun kosong jua. Oleh kerana itu pergilah aku ke sungai lalu mengisi kendi tersebut dengan air. Ketika aku pulang, , ternyata ibuku tertidur”.”Malam itu udara terasa sejuk. Kendi itu tetap dalam rangkulan ku. Ketika ibu ku terjaga, ia meminum air yang ku bawa itu kemudian memberkati diriku. Kemudian terlihatlah oleh ku betapa kendi itu telah membuat tanganku kaku:”Mengapa engkau tetap memegang kendi itu”, ibu bertanya.”Aku takut ibu terjaga sedang aku sendiri terlena”, Jawab ku.Kemudian ibu berkata kepada ku: ”Biarkan sahaja pintu itu setengah terbuka”.Sepanjang malam aku berjaga-jaga agar pintu itu tetap dalam keadaan setengah terbuka dan agar aku tidak melalaikan pesanan ibuku. Hingga akhirnya fajar melewati pintu, begitulah yang sering kulakukakan berkali-kali”.Setelah si ibu memyerahkan anaknya kepada Allah, Abu Yazid meninggalkan Bustham, merantau dari satu negeri ke satu negeri selama 3o puluh tahun, dan melaluikan disiplin diri dengan terus berpuasa di siang hari dan betariqat sepanjang malam. Ia belajar di bawah bimbingan 113 guru kerohanian dan telah memeperolehi manafaat dari setiap pelajaran yang mereka berikan.

KISAH 3: KEHEBATAN LELAKI SEJATI“Tuan, engkau boleh berjalan di atas air!”, murid-muridnya berkata dengan penuh kekaguman kepada Abu Yazid“Itu bukan apa-apa. Sepotong kayu juga boleh,” Beliau menjawab.“Tapi engkau juga boleh terbang di angkasa.”“Demikian juga burung-burung itu,” tunjuk Abu yazid ke langit.“Engkau juga mampu pergi ke Ka’bah dalam semalam.”“Setiap pengkelana yang kuat pun akan mampu pergi dari India ke Demavand dalam waktu satu malam,” jawab Abu Yazid“Kalau begitu, apa kehebatan seorang lelaki sejati?” murid-muridnya ingin tahu.“Lelaki sejati,” jawab Abu Yazid: “adalah mereka yang mampu melekatkan hatinya tidak kepada sesuatu pun selain Allah”.


KISAH 4: ABU YAZID PERGI HAJISeorang tokoh sufi besar, Bayazid Al-Busthami suatu saat pergi naik haji ke Mekkah. Pada haji kali pertama, ia menangis. “Aku belum berhaji,” isaknya, “karena yang aku lihat cuma batu-batuan Ka’bah saja.”Ia pun pergi haji pada peluang yang kedua berikutnya. Sepulang dari Mekkah, Bayazid kembali menangis, “Aku masih belum berhaji,” ucapnya masih di sela tangisan, “yang aku lihat hanya rumah Allah dan pemiliknya.”Pada haji yang ketiga, Bayazid merasa ia telah menyempurnakan hajinya. “Karena kali ini,” ucap Bayazid, “aku tak melihat apa-apa kecuali Allah subhanahu wa ta’ala….”


KISAH 5: TAKUT MENGOTORKAN MASJIDSetiap kali sampai di depan masjid, Abu Yazid Al Bustami berdiri sebentar, kemudian menangis.“Mengapa engkau menangis, hai Abu Yazid,?” Tanya seseorang suatu ketika.Aku merasa diriku seperti seorang wanita yang sedang haid sehingga aku malu memasuki masjid karena takut mengotori,” Jawab Abu Yazid Al Bustami.


KISAH 6: JANGAN SOMBONGSuatu ketika ketika Abu Yazid Al Bustami sedang duduk, di benaknya terlintas pemikiran bahwa dirinya adalah seorang besar, seorang wali pada zamannya. Tak lama kemudian dia sadar bahwa dirinya telah melakukan dosa besar. Dia segera bangkit dan pergi ke Khurosan. Sesampainya di sana dia menginap di sebuah tempat. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan meninggalkan Khurosan sebelum Allah mengirimkan seseorang untuk mengingatkan dirinya yang alpa.Tiga hari tiga malam Abu Yazid Al Bustami tinggal di tempat itu. Pada hari keempat dia melihat seorang dia melihat seseorang bermata satu menunggangi unta dan mendekatinya. Setelah orang tersebut mendekat, Abu Yazid Al Bustami melihat tanda-tanda ketaqwaannya. Abu Yazid melambaikan tangan kepada unta tersebut agar berhenti.Setelah unta tersebut berhenti, orang tersebut berkata kepada Abu Yazid, “Kamu membawaku ke sini untuk membuka pintu yang terkunci dan menenggelamkan warga Bustam bersama Abu Yazid, benarkah begitu?Abu Yazid terperanjat mendengar kata-kata lelaki itu. Ia lalu bertanya, “Dari mana asalmu?”“Tak perlu kau tahu darimana aku. Kukatakan kepadamu bahwa sejak engkau mengucapkan sumpah di tanah Khurosan ini, aku telah menghadiri tiga ribu perkumpulan. Hati-hatilah wahai Abu Yazid. Jagalah hatimu. Tak ada yang berhak sombong di muka bumi ini kecuali Sang Pencipta jagad raya ini, Allah.”Setelah berkata begitu, orang bermata satu itu membangunkan untanya untuk kemudian segera pergi.


KISAH 7: JALAN TERBAIK DALAM KEROHANIANKepada Abu Yazid pernah ditanyakan, ” Apakah yang terbaik bagi seseorang menusia di atas jalan kerohaniannya,””kebahagiaan yang merupakan bakat semenjak lahir”, jawab Abu Yazid.”Jika kebahagiaan seperti itu tidak ada?’”Tubuh badan yang sehat dan kuat”.”Jika tidak memiliki tubuh badan yang sihat dan kuat?”Pendengaran yang tajam””Jika tidak memiliki pendengaran yang tajam?””hati yang mengetahui”’Jika tidak memiliki hati yang mengetahui?””mata yang melihat”Jika tidak memiliki mata yang melihat””Kematian yang segera”


KISAH 8: LUPA NAMAHampir setiap hari Abu Yazid Al Bustami begitu asyik dengan Tuhan. Keasyikan itu membuat dia sering lupa ketika memanggil nama seorang muridnya yang telah belajar padanya selama 30 tahun.“Anakku siapakah namamu?” Tanya Abu Yazid kepada murid tersebut.“Engkau suka mengolok-olokku, Guru,” kata sang murid. “Sudah tiga puluh tahun aku belajar kepadamu tetapi hampir setiap hari engkau menanyakan namaku.”“Bukan aku mengolok-olokmu, Anakku,” Kata Abu Yazid Al Bustami. “Tetapi nama-Nya telah memasuki hatiku dan mengeluarkan semua nama lain sehingga aku selalu lupa setiap kali mengingat nama baru.”


KISAH 9: ABU YAZID DENGAN SI GURU BESARAbu Yazid mendengar bahawa di suautu tempat tertentu terdapat seorabg Guru besar dalam bidang ilmu. Dari jauh ia datang untuk menemuinya. Ketika sudah dekat, Abu Yazid meyaksikan betapa guru besar yang termashur itu meludah ke arah Kota Makkah, kerana itu segera ia memutar langkahnya.“Jika ia memang telah memperoleh semua kemajuan itu dari jalan Allah”,Abu yazid berkata mengenai guru tadi, “Niscaya ia tidak akan melanggar hukum seperti yang telah dilakukannaya tadi”.


KISAH 10: TAK PERNAH MELUDAH SEPANJANAG HAYATDiriwayatkan bahawa rumah Abu Yazid hanya kira-kira 40 langkah dari sebuah masjid, tetapi ia tidak pernah meludah ke arah jalan dan meghormati masjid tersebut.


KISAH 11: PERJALANAN ABU YAZID KE KAABAH MAKKAHPerjakanan Abu yazid menuju kaabah memakan waktu 12 tahun penuh. Hal ini , kerana setiap kali bersua dengan sesoarang pemberi khutbah, yang memberikan pengajaran di dalam perjalannanya itu, Abu Yazid segrea mebentangkan sejadahnya dan melakukan solat sunat 2 rakaat.Mengenai hai ini Abu Yazid berkata: ” kaabah bukanlah seperti serambi istana raja, tetapi suatu tempat yang dapat dikunjungi orang setiap saat”.Akhirnya sampailah ia ke kaabah tetapi ia tak pergi ke Madinah pada tahun itu juga.”Tidaklah wajar kunjungan ku ke Madinah hanya sebagai pelengkap sehaja”, Abu Yazid menjelaskan , ”Aku akan mengenakan pakaian Haji yang berbeza bila mengunjungi Madinah ”.Tahun berikutnya sekali lagi ia menunaikan ibadah haji. Ia mengenakan pakaian yang berbeza untuk setiap tahap perjalanannya sejak mulai menempuh padang pasir. Di sebuah Pekan dalam perjalanan tersebut, suatu rombongan besar telah menjadi anak muridnya dan ketika ia meninggalkan tanah suci, banyak orang yang mengikutinya.”Siapakah orang-orang ini?”, ia bertanya sambil melihat ke belakang. “Mereka ingin berjalan bersamamu”, tedengar sebuah jawapan.“Ya Allah”, Abu Yazid memohon, “janganlah Engkau tutup penglihatan hamba-hamba Mu kerana ku”.Untuk menghilangkan kecintaaan murid tadi kepadanya dan agar diri nya tidak sampai menjadi penghalang bagi mereka , maka setelah selasai malakukan solat Subuh,Abu Yazid berseru kepada mereka: “sesungguhnya Aku adalah Tuhan mu, Tiada Tuhan selain Aku dan kerana itu sembahlah aku”.“Abu Yazid sudah gila!”, seru mereka kemudian meninggalkannya.


KISAH 12: ABU YAZID DENGAN TENGKORAK SI SUFIDi tengah perjalanannya ia menemui sebuah tengkorak manusia yang bertuliskah: Tuli, bisu, buta.... mereka tidak memahami.Sambil menangis Abu Yazid memungut tengkorak itu lalu menciumnya. ”sesunggubnaya ini adalah tengkorak sorang sufi”, keluar dari mulutnya secara spontan, ”Yang menjadi lebur di dalam Allah... ia tidak lagi mempunyai telinga untuk mendengar suara abadi, tidak lagi mempunyai mata untuk menmandang keindahan abadi, tidak lagi mempunyai lidah untuk memuji kebesaran Allah, dan tidak lagi mempunyai akal walaupun untuk merenungi sepercikan ilmu Allah yang sejati. Tulisan ini adalah mengenai dirinya”.


KISAH 13: ABU YAZID DENGAN PENUNGGANG UNTA BERMATA SATUSustu ketika Abu Yazid melakukan perjalanannya seperti biasa, Ia membwa seekor unta sebagai tungangan dan pemikul barang bekalananya.”Binatang yang malang, betapa berat bebanan yang engkau pikul, sungguh kejam!”, seorang pemuda berseru.Setelah mendengar seruan dari pemuda itu berulangkali, akhirnya Abu Yazid pun menjawab, ”Wahai anak muda, sebenarnya bukan unta ini yang memikul bebanannya”.Kemudian si pemuda meneliti apakah bebanan benar-benar berada di atas punggung unta tersebut, oh barulah ia percaya setelah melihat bebansn itu melampung satu jengkal di atas punggung unta dan binatang itu sedikit pun tidak memikul bebanan tersebut.”Maha besar Allah, benar-benar menakjubkan!”, seru si pemuda tadi.:Jika ku sembunyikan kenyataaan-kenyataan yang sebenarnya mengenai diriku, engkau akan melontarkan celaan kepada ku”, kata Abu yazid kepada pemuda terrsebut, ”tetapi jika kujelaskan kenyataan-kenyataaa itu kepada mu, engkau tidak dapat memahaminya, bagaimana seharusnya sikap ku terhadap mu?!”.


KISAH 14: PANNGILAN PULANG ABU YAZID KE BUSTAMSetelah Abu Yazid mengunjungi Kota Madinah, datang sebuah perintah yang menyuruhnya segera pulang untuk melawat ibunya, Ditemani sekumpulan orang, ia pun berangkat pulang menuju Bustham, tempat tinggal ibunya.Beriata kedatangan Abu Yazid teresebar dengan cepat di seluruh kota Bustham dan penduduk kota datag untuk menemuinya. Keadaan ini dah pasti Abu Yazid akan sibuk melayani mereka semua dan membuat ia terhalang untuk meyegerakan perintah Allah. Oleh itu, ketika penduduk Kota telah hampir sampai, dari celah lengan bajunya ia mengeluarkan sepotong roti, walhal ketika itu dalam bulan ramadhan, tetapi dengan tenang Abu Yazid memakan roti tersebut. Begitu penduduk Bustham menyakasikan perbuatanya, mereka lalu berpaling darinya.“Tidakakah kalian sasksikan”. Kata Abu Yazid kepada sahabat-sahabatnya, “ betapa aku mematuhi sebuah perintah dari hukum yang suci, tapi semuanya orang berpaling dari ku”.Dengan penuh kesabaran Abu Yazid mrnunggu hingga malam tiba. Tengah malam ia mamasuki kota Bustham. Ketika sampai di depan rumah ibunya, untuk berapa lama ia berdiri mendengan ibunya yang sedang bersusci lalu solat.”Ya Allah, peliharalah dia yang terbuang”, terdengar doa ibunya, ”cenderungkalah hati para syekh kepada dirinya dan berikanalah petunhuk kepadanya untuk melakukan hal-hal yang baik”.Mendengar doa ibunya itu Abu Yazid menanagis. Kemudian ia mengetuk pintu ”Siapakah itu?, tanya ibunya dari dalam.”Anakmu yang terbuang”, sahut Abu yazid.Dengan menangis si ibu membuka pintu,. Ternayata penglihatan ibunya sudah kabur.”Thaifur”, si ibu berkata kepada anaknya.” tahukah engkau mengaapa mata ku manjadi kabur seperti ini?. Kerana kau ibu telah sedemikian banyak menitiskan air mata semenjak berpisah dengan mu. Dan belakang tubuhku telah bongkok kerana beban duka yang ku tanggungkan itu”


KISAH 15: KISAH DUA PUCUK SURAT YAHYA MUAZ KEPADA ABU YAZIDYahya bin Mu’adz Ar-Razi pernah menulis surat kepada Abu Yazid demikian: ”Apakah pendapat tuan mengenai seseorang yang telah meminum air lalu mabuk dan kekal mabuk selamanya”Abu Yazid menjawab: ”Aku tidak tahu”, ”Yang aku ketahui hanyalah bahawa di sini ada seseorang yang sehari semalam telah meneguk isi lautan yang luas yang tiada bertepi , pun begitu masih merasa kehausan dan dahaga”Yahya Ar Razi mengirim sepucut surat lagi:“Ada sebuah rahsia yang hendak kukatakan kepada mu tetapi tempat pertemuan kita adalah di dalam syurga. Di sana di bawah naungan pohon akan ku katakan rahsia itu kepada mu”. Bersamaan dengan surat itu, Yahya mengirimkan sepotong roti dengan pesan: ” Syeikh harus memakan roti ini kerana aku telah membuatnya dari air zam-zam”Lalu Abu yazib menjawab: ” mengenai tempat pertemuan yang engkau katakan, Dengan hanya mengingatNya, pada saat itu juga aku dapat menikmati syurga, tetapi roti yang engkau kirimkan itu tidak dapat ku nikmatinya, kerana aku tidak tahu sama ada kandungan tepungnya itu dibuat benar-benar diperolehi secara halal. Saya syak wasangka terhadap kebersihannya, Engkau memang mengatakan air apa yang telah engkau gunakan, tetapi engkau tidak mengatakan benih gandum apa yang telah engkau taburkan”


Kisah 16: TIDAK MAHU MENERIMA APA-APA DARI MAKHLUKApabila Abu Yazid telah tua, datanglah seoarang hamba Allah mengirim kepadanya sebuah kerusi kusyen untuk tempat duduk. Beliau enggan menerimanya dan berkata:” Orang yang ada disisinya kerusi kurniaan dan rahmat Allah, tidak perlu kepada kerusi empuk yang rendah mutunya, dan juga saya tidak mahu meneriama apa-apa dari makhluk”


KISAH 17: ISTANA KOSONGPada suatu malam ketika aku masih kecil , aku keluar dari kota Bustam. Kedaan bersinar terang dan bumi tertidur tenangTiba-tiba aku lihat suautu kehadiran. Di sisinya ada 18,000 dunia tampaknya sebagai sebuah debu belaka. Hatiku bergetar kuat, lalu hanyut dilanda gelombang rasa yang dasyat,Aku berseru;” Ya Allah, senyap istana yang demikian besarnya tapi sedemikian kosong. Hasil karya yang seniman agung tapi begitu sepi?.Lalu terdengarlah oleh suatu jawapan dari langit: ”Istana ini kosong bukan kerana tak seorang pun mamasukinya tetapi kami tidak meperkenannya sesiapa untuk memasukinya. Tak seorang manusia yang tak mencucui muka pun yang boleh menghuni istana ini”.Maka aku lalu betekad untuk mendoakan semua manusia. Kemudian terfikir oleh ku bahawa yangberhak untuk menjadi perantara ialah Muhammad saw.Oleh itu, aku hanya memperhati tingkah laku ku sendiri. Kemudian terdengar pula, suatu suara yang meneyeru;” Kerana engkau berjaga-jaga untuk selalu berkelakuan baik dan sopan,. Maka aku muliakan nama mu sampai hari kebangkitan nanti dan ummat manusia akan meyebut mu sufi”.


KISAH 18: BERMIMPIKAN MALAIKATSautu malam Abu Yazid bermimpi malaikat-malaikat dari langit pertama turun ke bumi, Kepada Abu Yazid mereka berseru:’ Bangkiltlah dan marilah berzikir kepada Alllah”Abu Yazid menjawab: Aku tidak mempunyai lidah untuk berzikir kepada Nya”Malaikat dari langit yang kedua turun pula ke bumi. Mereka meyeru kata-kata yang sama kepada Abu Yazid, dan memberikan jawapan yang sama. Begitulah seterusnya sehingga kepada malaikat dari langit ke tujuh. Namun jawapan yang diberikan oleh Abu Yazid yang itu-itu juga.Maka malaikat-malaikat itu bertanya kepada Abu Yazid:’ Bilakah engkau akan memulai lidah untuk berzikir kepada Allah”Lalu dijawab oleh Abu Yazid: ” Apabila penduduk neraka telah tetap di neraka dan penduduk syurga tetap di dalam syurga dan pada hari kebankitan telah tiba nanti. Maka Abu Yazid akan megelilingi singhsana Allah sambil berseru: ”Allah, Allah!”

KISAH 19: KISAH ABU YAZID DENGAN YAHYA BIN MU’ADZDiceritakan oleh Yahya bin Mu’adz, bahwa dia pernah mendampingi Abu Yazid dalam salah satu “latihan kerohaian rasa” di bidang Musyahadah (Penyaksian), yang mana beliau selepas selesai sembahyang isya’, duduk bersimpuh dengan kedua tumit dinaikkan, seraya dagu dirapatkan ke dada, dan rapat ke muka, berjam-jam lamanya sehingga terbit fajar di waktu subuh!Pada saat itu beliau lalu sujud lama sekali kemudian duduk kembali dan berdoa ” Wahai Tuhanku, ada orang-orang memohon kepadaMu, lalu Engkau kurniakan kesanggupan berjalan di atas air bahkan di udara, dan mereka berasa puas dengan ini. Tetapi daku berlindung kepadaMu dari hal-hal begini.Ada pula orang-orang yang bermohon kepadaMu, lalu Engkau kurniai ilmu berjalan cepat seperti angin, dan mereka senang dengan ini. Tetapi daku berlindung kepadaMu dari hal-hal begini.Ada pula orang-orang yang memohon kepadaMu, lalu Engkau kurniai perbendaharaan bumi, dan Mereka pun berasa senang dengannya. Tetapi daku berlindung kepadaMu dari emas-intan ini!Begitu halnya, sampai beliau hitung lebih dua puluh macam keramat para Wali, kemudian beliau menoleh dan ketika terpandang kepadaku, beliau bertanya: ”Sejak bila anda berada di sini?”Jawabku: ”Sejak tadi!” . Beliaupun kembali berdiam diri,lalu ujarku: ”Sudilah anda menceritakan sedikit kepadaku!”Jawab beliau: ”Kuberitakan kepadamu hal-hal yang sesuai dengan tarafmu: Daku diizinkan Tuhan memasuki alam bawah, lalu aku diedarkan diorbit bahagian bawah, diperlihatkan kepadaku lapisan-lapisan bumi sampai kepusatnya, kemudian daku diizinkan Tuhan memasuki alam atas, lalu dibawa mengedar pelbagai orbit di langit tinggi, kemudian diperlihatkan kepadaku Taman-Taman Syurga sampai ke siktar Arasy.Akhirnya daku ditampilkan berdiri di antara kedua tanganNya dan Tuhan bertanya:” Mohonkanlah kepadaku apa sahaja di antara segala yang telah nampak oleh mu itu, dan akan ku-beri!”Jawabku: ”Wahai Tuhanku, tidak ada kulihat suatu pun yang kusenangi dan akan kuminta kepadaMu!”Firman Tuhan: ”Kamulah hambaku yang sebenarnya tulen. Anda menyembahku kerana Diriku semata-mata. Akan ku kurniai anda ini dan itu…. lalu disebutkan beliau hal-hal ajaib:.Yahya meneruskan ceritanya:Daku merasa kagum dan gentar serta penuh rasa ajaib mendengar hal-hal itu, lalu ujarku: “Tuan Guru! kenapa tidak anda mohonkan saja keputusan ilmu Ma’rifah?Sedangkan Maharaja Diraja telah menegaskan ” Mintalah dan aku akan makbulkan”Mendengar ini, beliaupun berteriak:“Tutup mulutmu! Daku begitu mabuk cinta, sehingga merasa cemburu terhadap diriku sendiri dan tidak ingin Dia dikenal penuh selain Dia”.Demi keagungan Allah”, Yahya memohon: “berikanlah kepada ku sebahagian dari kurnia-kurnia yang telah engkau di tawarkan kepada mu malam tadi”.“seandaianya engkau memperoleh kemuliaan Adam, kesucian Jibril, kelapangan hati Ibarahim, kedambaaan Musa kepada Allah, kekudusan Isa, dan kecintaaaan Muhammad, niscaya engkau masih marasa belum puas. Engkau akan mengharapkan hal-hal lain yang melampaui segala sesuatu”, Jawab Abu Yazid“tetaplah merenung Yang maha Tinggi dan jangan rendahkan pandangan mu, kerana apabila engkau merendahkan pendanagan mu kepada sesuatu hal maka hal itulah yang akan membuatakan mata mu”


KISAH 20: ABU YAZID DENGAN IMAM SOLATSuatu ketika Abu Yazid solat di belakang seorang imam. Selepas solat, imam itu bertanya kepada Abu Yazid: “nampaknya tuan tidak mempunyai apa-apa pekerjaaan. Bagaimana tuan dapat nafkah”..Abu Yazid menjawab; “Sebelum saya menajawab pertanyaan tuan, lebih baik tuan keluar dari tempat imam dalam solat ini, kerana barangsiapa yang tidak tahu bahawa yang memberi rezeki itu adalah Allah dan tidak kepada Allah, maka dia tidak layak menjadi imam dalam solat


KISAH 21: TIDAK MAJU DALAM KEROHANIANApabila seorang hamba Allah bertanya kepada Abu Yazid kenapa dia tidak maju dalam bidang kerohanian setelah duduk bersama beliau beberapa lama. Abu Yazid men jawab: “ kerana nafsu amarahmu tidak dapat dikawal, dan kamu tidak buangkan kemualiaan seperti kamu buangkan kehinaaan. Anggaplah kedua-duanya sama”.
KISAH 22: BERSAMA NABI KHIDIR ASPada suatu hari , ada seseoarng berkata kepada Abu Yazid; “ sewaktu ada orang meninggal dunia di Tabaristan, ku lihat engkau di sana bersama Nabi Khidir as, dia merangkulkan tangan ke lehermu , sedang engkau pula menaruh tangan mu ke punggungnya. Ketka para penghantar pulang dari pemakaman , ku lihat engkau terbang ke angkasa. ” Ya, segala yang engkau lihat katakan itu benar-benar terjadi”, jawab Abu Yazid.


KISAH 23: KISAH ABU YAZID DENGAN GURUNYA IMAM JAAAFAR AS SADIQSalah seorang gurunya yang bernama Imam jaafar as Sadiq, telah menyuruh beliau membawa sebuah buku yang terletak di almari dalam biliknya. Abu Yazid bertanya kepada gurunya itu, “ Di mana letaknya almari itu , tuan guru”. Gurunya berkata: “ Kamu telah beberapa tahun lamanya bersama ku tetapi kamu masih tidak tahu tempat almari itu”.
Abu Yazid menjawab: ”selama ini aku tidak pernah memandang ke atas atau ke bawah dalam bilik itu”Gurunya berkarta dengan hati yang puas; ”Kamu telah cukup maju, dan kembalilah ke Bustam, di sana kamu akan menjadi maju dan masyhur lagi dalam bidang kesufian dan keroahian ini.


KISAH 24: ABU YAZID DIINTIPAda seorang hamba Allah yang mengintip kerja-kerja harian yang dilakukan oleh Abu Yazid dan bagaimana beliau solat. Tiba-tiba Abu Yazid menyebut nama Allah dan terus pengsan. Setelah sedar, Abu Yazid ditanya apa telah terjadi kepadanya. Abu yazid menjawab: “ Apabila ku menyebut nama Allah, saya telah masuk ke langit. Di situ saya melihat seekor naga besar dengan mulut terbuka hendak menerkam aku”, lalu aku bertanya kepada naga itu:, “dimana aku boleh melihat Tuhan kerana dalam Al Quran ada meyebutkan bahawa Tuhan itu berada di langit”, maka tiba-tiba aku tedengar suara yang berkata: “Allah itu berada dalam hati-hati yang remuk rendam di dalam dunia”, dan ayat Al Quran pun ada meyebutnya berbubnyi : ” Allah itu berada dalam hati-hati yang taat dan tidak takabbur”Apabila aku mencapai kehampiran dengan Allah, aku terdengar lagi suara Ketuhanan itu berkata: ” Pintalah apa yang kamu kehendaki”. Lalu aku menjawab: ” Saya pinta apa yang Kamu ingin lakukan terhadap ku” . Lagi sekali suara itu berkata: ”Fanakan dirimu agar kamu baqa berasama Ku”.Saya pun tunduk taat kepada perintah itu.


KISAH 25: INGIN MAJU DALAM KEROHANIANSuatu hari Abu Yazid sedang berjalan-jalan. Datang seorang hamba Allah dari belakang menuruti beliau. Dia meletakkan tapak kakinya di tempat bekas tapak kaki Abu Yazid selangkah demi selangkah. Kemudian orang tersebut juga meminta sebahagian daripada baju kulit beliau untuk dipakai agar dapat maju dalam bidang kerohanian.
Abu Yazid berkata: ”Jangankan baju ku yang engkau pakai, bahkan jika kulitku aku seliatkankan dan beri kepada mu, kamu tidak akan dapat maju dalam bidang kerohanian ini,, sehinggalah kamu mengamalkan dengan tekun dan jaya segala amalan kerohanian yang aku lakukan”.


KISAH 26: ABU YAZID DENGAN SEEKOR ANJING HITAMSuatu hari hari Abu Yazid berjalan-jalan dengan beberapa orang muridnya, jalan yang sedang mereka lalui agak sempit dan tiba-tiba dari arah yang bertentangan datanglah seekor anjing hitam. Abu Yazid menyingkir ke tepi untuk memberi jalan kepada anjing tersebut.Salah seorang muridnya tidak menyetujui tindakan Abu Yazid itu, dan berkata:” Allah maha besar telah memuliakan manusia di atas segala makhluk-makluknya. Abu Yazid adalah raja diantara kaum sufi, tetapi dengan ketinggian martabatnya itu berserta murid-muridana itu masih memberi laluan kepada seeokor anjing. Aaak wajar tindakan seperti itu?Abu Yazid menjawab: “ Anak muda, anjing tadi secara diam-diam telah berkata kepadaku: ” Apakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal kejadian sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan jubah kehormatan sebagai raja di antara ahli sufi?Begitulah sampai ke dalam fikriranku dan kerana itu aku memberi jalan kepadanaya”


KISAH 27: MEMEGANG BUAH EPALSuatu ketika Abu Yazid memegang buah epal, Abu Yazid berkata: ” Alangkah baiknya!”. terdengar suara ketuhanan berseru.” Tidakkah engkau malu memuji epal itu, padahal pujian itu adalah untuk Ku sahaja?”Sebagai hukuman, beliau tidak mengalami kelazatan dalam solatnya selama 40 hari. Beliau membuat keputusan tidak mahu makan buah buahan untuk selama-lamanya.


KISAH 28: DIAJU SOALAN KEROHANIANAda ketika, segelintir orang bertanya kepada Abu Yazid:’ Apakah yang pada pendapat kamu yang menjadi penghalang besar dalam menuju Allah?”Beliau menjawab;” Tanpa kehendak Nya sangat susah untuk mengahadapkan hati kepadaNya, dan jika dengan kehendakNya senang sahaja berjalan menuju Dia itu”.


KISAH 29: ABU YAZID DENGAN SANG PERTAPAAda seorang pertapa merupakan antara tokoh-tokoh suci terkenal di Kota Bustham. Ia mempunyai ramai pengikutnya, tetapi ia sendiri sentiasa mengikuti pengajaran-pengajaran yang diberikan oleh Abu Yazid. Dengan tekun ia mengikuti ceramah-ceramah Abu Yazid dan duduk bersama sahabat-sanahat beliau.Pada suatu hari, ada keluangan masa, berkatalah ia kepada Abu Yazid:” Pada hari ini genaplah 30 tahun lamanya aku berpuasa dan memanajat doa sepanjang malam sehingga aku tidak pernah tidur. Namun pengetahuan ilmu yang engkau sampaikan ini belum pernah menyentuh hatiku. Walau demikian aku percaya kepada pengetahuan itu dan senang mendengar ceramah-ceramahmu”lalu ujar Abu Yazid:” Walaupun engakau berpuasa pada siang hari selama 300 tahun, sedikit pun dari ceramah-ceramahku ini tidak akan dapat engkau hayati dengan seksama”.”Mengapakah demikian?”, tanya si murid.“Kerana mata mu tertutup oleh dirimu sendiri”, jawab Abu Yazid.”Apakah yang harus kulakukan?”, tanya si murid pula.”Jika kukatakan, pasti engkau tidak mahu menerimanya””Akan ku terima!, katakanlah kapadaku agar kulakaukan seperti engkau suruh itu”’Baiklah!” , jawab Abu yazid.”Sekarang ini juaga cukurlah janggut dan ramabutmu. Tinggal akan pakaian yang sedang engku pakai in dan gantilah dengan cawat yang berbuat dari bulu domba. Gantungkan sebungkus kacang di lehermu, kemudian pergilah ke tempat ramai. Kumpulkan anak-anak seramai mungkin dan katakan kepada mereka: ” Akan kuberikan sebutir kacang kepada setiap orang menampar kepalala ku”Dengan cara yang sama pergilah megelilingi kota, terutama sekali di tempat-tempat di mana orang-orang sudah mengenal mu. Itulah yang harus kau lakukan”.”Maha besar Allah!, Tiada Tuhan kecuali Allah”, cetus si murid setelah mendangar kata-kata Abu Yazid tersebut.Jika seorang kafir mengucapkan kata-kata itu niscaya ia menjadi muslim”. Kata Abu yazid. ” tetapi dengan mengucapkan kata-kata yang sama engkau telah memepersekutukan Allah”’Mengapa begitu?”, tanya si murid.”Kerana engkau merasa bahawa dirimu terlalu mulia untuk berbuat seperti yang telah ku katakan tadi. Kemudian engkau mencetuskan kata –kata tadi untuk menunjukkan bahawa engkau adalah seseorang yang penting, bukan untuk memuliakan Allah. Dengan demikian bukankan kah engkau telah mempersekutukan Allah:”Cadangan-cadangan kamu tadi tidak dapat ku lakasanakan. Berikan cadangan-cadangan lain”. Ujar simurid lagi.Hanya itu sahaja yang dapat ku cadangkan”, Abu Yazid menegaskannya.‘Aku tak sanggup melakukkannya” , si murid mengulangi kata-katanya.”Bukanakah telah ku katakan bahawa engkau tak akan sanggup untukmelaksanakan dan engkau tidak akan boleh menuruti kata-kata ku”, kata Abu Yazid


KISAH 30: ABU YAZID DENGAN SEEKOR ANJINGPada suatu hari Abu Yazid sedang melalui sebuah lorong, dengan semena-mena ada seekor anjing berlari-lari disampingnya. Melihat hal itu, Abu Yazid segera mengangkat jubahnya, tetapi si anjing itu berkata:’ Tubuhku kering dan aku tidak melakuakan apa-apa kesalahan. Seandainya tubuh ku basah, engkau boleh mencucinya dengan air yang bercampur dengan tanah 7 kali, maka selesailah persoalan antara kita. Tetapi apabila engkau menyingsingkan jubah kamu sebagai seorang parsi, dirimu tidak akan menjadi bersih walau engkau membasuhnya dengan 7 lautan “Abu Yazid menajawab:” Engkau kotor secara lahiriah tetapi aku kotor secara batiniah marilah kita besama-sama berusaha agar kita berdua menjadi bersih.”Tetapi si anjing menyahut: “ engkau tidak wajar untuk berjalan bersama-sama dengan diri ku dan menjadi sahabatku, kerana semua orang menolak kehadiranku dan meyambut kehadiaran mu. Siapapun yang bertemu denganku akan melempariku dengan batu tetapi manusia bertemu denganmu akan meyambutmu sabagai raja di antara para sufi. Aku tidak pernah menyimpan sepotong tulang tetapi engkau memiliki sekarung guni gandum untuk makanan keesokan hari”.Abu Yazid berkata lagi:” Aku tidak wajar berjalan bersama-sama seeokor anjing!. Bagaimana aku dapat berjalan bersamanya yang abadi dan kekal?. Maha besar Allah yang telah memberi pengajaran kepada yang termulia di antara makhluknya melalui yang terhina di antara semuanaya!”Kemudian Abu Yazid meneruskan ceritanya: ” Aku sangat bersedih dan duka, bagaimana aku hamba Allah yang patuh?:Aku berkata kepada diriku sendiri: ” Aku akan pergi ke pasar untuk membeli ikat pinggang, yang dipakai oleh orang-orang bukan Muslim, dan ikat pinggang itu akan ku pakai sebagaimana namaku menjadi hina di dalam pandangan orang! pergilah aku ke pasar hendak membeli sebuah ikat pinggan. Di dalam sebuah kedai terlihat olehku ikat pinggang yang sedang panjangnya. harganya paling tidak 1 dirham”, kataku dalam hati”.Kemudian aku bertanya kepada penjual di kedai tersebut; ”Berapakah harga ikat pinggang ini?. ”Seribu dinar ”, jawabnya. Aku tak dapat berbuat apa-apa, berdiri dengan kepala tertunduk.Pada saat itu terdengar olehku sebuah suara dari atas langit;’ Tidak tahukah engkau bahawa dengan harga di bawah 1000 dinar orang-orang tidak akan menjual sebuah sabuk untuk diikatkan ke pinggang seseorang manusia seperi engkau?”. Mendengar seruan itu, hatiku bersorak riang kerana tahulah aku bahawa Allah masih memerhatikan hambanya ini lagi”


KISAH 31: ABU YAZID DENAG PENGANUT AGAMA MAJUSIDi sebelah rumah Abu Yazid tinggal seorang penganut agama Majusi. Ia mempunyai seorang anak yang selalu menangis kerana rumah mereka gelap tidak berlampu. Abu Yazid sendiri telah memabwa sebuah pelita untuk mereka. Si anak segera berhenti menangis.Lalu mereka berkata:” Kerana cahaya Abu Yazid telah memasuki rumah mereka ini, maka sangat disayangkan apabila kita tetap berada di dalam kegelapan”Mereka segera memeluk agama Islam.


KISAH 32: ABU YAZID DUJIPada suaut hari seorang lelaki yang tidak mempercayai tentang kelebihan pada Abu Yazid., lalu datang mengunjunginya untuk mengujinya:Katakan kepada ku jawapan sesuatu masalah”, katanya kepada Abu Yazid.Abu Yazid melihat betapa lelaki itu menaruh keraguan terhadapnya di dalam hati.Maka berkatalah Abu Yazid: ”Di atas sebuah gunung ada sebuah gua daa di dalam gua itu ada seorang sahabatku. Mintalah padanya untuk menjelaskan masalah itu kepadamu”.Lelaki itu segera pergi ke gua yang diakatakan oleh Abu Yazid. Tetapi yang dijumpainya di sana seekor naga yang besar dan sangat menakutkan. Menyaksikan hal ini ia pun jatuh pingsan dan pakaiannya menajdi kotor. Begitu dia sedar cepat-cepat ia meninggalkan tempat itu,. Tetapi kasutnya tertinggal. Lalu ia kembali kepada Abu Yazid. Sambill melutut di depan Abu Yazid lalu ia bertaubat. Abu Yazid berkata kepadanya; ” Maha besar Allah!. Engkau tidak berani mengamabil kasutmu kerana takut kepada makhlukNya. Apakah engkaurtakut kepada Allah, bagaimanakah engkau berani mengambil rahsia yang engkau cari di dalam keingkaran mu”


KISAH 33: KEKHUSUKKAN ABU YAZIDKekhusukaan Abu Yazid berbakti kepada Allah, memang tidak tertandingkan oleh sesiapa pun, sehingga setiap hari apabila disapa oleh muridnya yang sentaisa meneertainya selama 20 tahun, ia akan bertanya:” Anakku, siapakah namamu?”Suatu hari si murid berkata kepada Abu Yazid; ” guru, engkau menpersenda-sendakan daku. Telah 20 tahun aku mengabadi kepada mu tetapi setiap hari engkau menanyakan namaku!””Anakku”, Abu Yazid menjawab, ” Aku tidak mepersendakan mu, tetapi NamaNya telah memenuhi hatiku dan telah menyisihkan nama-nama yang lain, Setiap kali kali aku untuk mengingati sebuah nama lain, segeralah nama itu terlupakan olehku”.


KISAH 34: DUNIA DITALAK TIGAPernah Abu Yazid berkata: ”Dunia ini telah ku talak tiga. Kemudian seorang diri ku berjalan menuju Yang sendiri. Aku berdiri di hadapan hadiratNya dan berseru: ”Ya Allah, kecuali Engkau , tiada sesuatu pun yang ku inginkan. Apabila Engkau telah ku Perolehi maka semuanya akan ku perolehinya’.”Setelah Allah mengetahui keikhlasan hati ku itu,. Maka kurnia pertama yang diberikannya kepada ku adalah membukakan tadbir keakuan dari depan mata ku”


KISAH 35: PELEBURAN DIRI ABU YAZIDSeseorang bertanya kepada Abu Yazid;” Apakah yang dimaksudkan dengan singahsana Allah”Abu Yazid menjawab:” Singahsana itu aku””Apakah yang dimaksudkan dengan loh dan pena Allah.””Loh dan pena Allah itu adalah aku”’Allah mempunyai hamba-hambanya seperti Musa, Ibrahim dan Isa. ’Mereka itu adalah aku””Allah mempunyai habaa-hambnya seperti Jibarail, mikali, Isafil”.” Mereka itu adalah aku”Lelaki yang bertanya lalu diam tak terkata.Kemudian Abu Yazid berkata:” Barangsiapa yang telah lebur di dalam Allah dan telah mengetahui hakikat mengenai segala sesuatu yang ada, maka segala sesuatu baginya adalah Allah”.


KISAH 36: MENDENGAR KEBAIKAN MENJADI LUPAAbu Yazid Al Bustami sejak kecil taat kepada Allah dan suka berbuat kebajikan. Kedua orang tuanya selalu menjaga diri untuk tidak makan kecuali yang halal. Abu Yazid, sejak dalam kandungan dan menerima air susu ibunya, tidak pernah berkenalan dengan barang Syuhbat, apa lagi haram. Pada tahap awal keinginannya, jika mendengar suatu kebaikan, beliau mudah lupa.
” Apakah ibu ingat pernah memakan sesuatu yang haram atau Syuhbat ketika mengandung atau menyusuiku, sebab jika mendengar kebaikan aku mudah lupa ? ” tanya Abu Yazid kepada ibunya.” Anakku, suatu hari ketika sedang mengandung atau menyusuimu, aku melihat sepotong keju tergeletak di tempat fulan. Saat itu aku sedang mengidam, dan benar – benar menginginkan keju itu. Lalu ku ambil secuil keju dan kumakan tanpa sepengetahuan pemiliknya. “Mendengar jawaban ibunya, Abu Yazid segera mengunjungi pemilik keju itu.” Wahai fulan, dahulu ketika mengandung atau menyusuiku, ibuku telah memakan secuil kejumu. Sekarang aku mohon agar engkau sudi memaafkannya, atau engkau tetapkan berapa harga secuil keju itu, nanti aku akan membayarnya, ” kata Abu Yazid setelah bertemu pemilik keju.” Ibumu telah kumaafkan dan apa yang ia makan telah kuhalalkan, ” kata pemilik keju.Sejak saat itu, Abu Yazid tak pernah lupa, bila mendengar kebaikan. Anggota tubuhnya semakin ringan untuk berbuat kebajikan.


KISAH 37 : KEKERAMATAN ABU YAZIDAl Qusyairi mengisahkan, bahawa Abdul Rahman bin Muhmad As Shudi berkata:” Pakcik ku pernah bercerita.Pada suatu hari ketika kami hadir dalam majlis Abu Yazid, tiba-tiba beliau berkata: ”Bangunalah kalian mari kita menyambut kedatangan seorang Wali Allah”, Kami berjalam di belakang beliau sampai ke sempadan kota, setibanya kami di perbatasan kota, kami bertemu denagan Syeikh Ibrahim bin Sayaibah Ak Harawi yang sedang memasuki perbatasan kota.Abu Yazid berkata:”Tergerak dalam hatiku untuk menyambut mu dan untuk ku mintakan syafaat dari Allah”.Jawab Syeikh Ibrahim: “Jika ku minta syafaat bagi mu dan engkau pun diberi syafaat oleh Allah, maka hal itu tidaklah sulit bagi Allah kerana engkau dijadikan dari tanah”. Abu Yazid jadi terharu dengan jawapan dari beliau itu.Imam Al Manawi mengisahakan, bahawa ada salah seorang murid Abu yazid berkata: : ”Aku pernah bertanya tentang maksud bertawakkal kepada Syeikh Abdul Raham bin Yahya”. Beliau memberi jawapan yang kurang kuarng memuaskan. Kemudian ku mengetuk pintu rumah Abu Yazid untuk ku tanyakan maksud tawaakkal, Abu yazid tidak membuka pintu pada ku daa beliau hanya berkata dari belakang pintu: : ”Tidakkah cukup dengan jawapan Abddul Rahman bin Yahya”.Jawab ku:’buakakan pintu pada ku”. Jawab Abu yazid: “Kamu datang kemari bukan kerana ingin menziarai aku, kamu hanya ingin bartanya sahaja, dan Syeikh Abdul Rahman telah memberikan jawapan kepada mu”Setalah setahun dari kejadian itu, aku datang bekunjung pada beliu. Di saat itulah beliau menyamabutku dengan hangat , sambil berkata: “ Aku menayambut mu kerana kamu mamag datang dengan niat untuk menziarahi daku”Dikisahkan ada seorang berkata kepada Abu Yazid: “ Aku dengar bahawa kamu boleh terbanag di udara, apakah benar hal itu?”, Jawab Abu Yazid: “Apakah yang di hairan tentang hal itu, tidakkah burung pemakan bangkai dapat terbang, sedangkan mukmin yang jauh lebih mulia dari burung, apakah kamu hairan jiak hal itu terjadi”Al Khani pernah berkata:Abu Yazid pernah berkata : “ Pada satu malam yang gelap gelita, pernah aku mebujurkan kaki ku ke arah depan mihrab, tiba-tiba akau mendengar suara ghaib menegur perbuatan ku: “ Pantaskan seorang duduk di hadapan sang Raja dengan cara yang tidak bersopan?”.



Abu Yazid Wafat
Beliau wafat pada tahun 261 Hijriyah /875 Masehi. Namun pendapat lain menyebutkan bahwa ia wafat pada tahun 264 Hijriyah / 878 Masehi. Abu Yazid menghabiskan seluruh hidupnya di kotakelahirannya, Bistami.Pernah ada yang berkata padanya bahwa orang yang mencari hakekat (hidup) biasanya selalu mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Kemudian ia hanya menjawab, "Temanku (maksudnya, Tuhan) tidak pernah berpergian, dan karena itu aku pun tidak berhijrah (berpindah)dari sini.


Maqam Abu Yazid Al Bustami

Al Imam Ghazali Hujjatul Islam

Riwayat Ringkas Al Imam Ghazli
Beliau ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ahmad al-Tusi al-Shafi’I yang terkenal secara umumnya dengan nama al-Ghazali, yang dilahirkan pada 450 Hijrah/1058 Masihi di Tabaran, satu daripada dua buah kota kecil di Tus, sekarang dalam kawasan Meshed di Khurasan.


Beliau bukannya ulama yang tersohor pertama dalam keluarganya, kerana datuk saudaranya bernama abu Hamid al-Ghazali (men.435 H/1043 M) merupakan seorang ahli ilmu kalam dan ahli fiqh yang terkenal; mungkin beliau ini menjadi contoh ikutan bagi orang muda yang berhemah tinggi itu.Semenjak awal lagi beliau terdedah kepada pengaruh amalan-amalan dan ilmu tasawwuf, ayahandanya seorang yang beramal dengan amalan tasawwuf yang sangat warak, mengikut laporan al-Subki, sehingga dikatakan ia hanya makan dari hasil usaha tangannya sendiri, dan beliau selalu bersama dengan mereka yang alim.Imam Ghazali rh yang yatim itu dididik oleh sufi yang menjadi sahabat ayahandanya, bersekali dengan saudaranya Ahmad. Semenjak masa kanak-kanaknya Imam al-Ghazali mempelajari ilmu kalam dan fiqh, mula-mulanya dalam kota kecil kelahirannya dengan Shaikh Ahmad ibn Muhammad al-Radhkhani al-Tusi, kemudian beliau pergi melanjutkan pengajiannya di Jurjan di bawah didikan Imam abu Nasr al-Isma’ili.
Bila ditanya tentang kertas apa yang ada dalam beg itu beliau menjawab bahawa itu mengandungi catitan-catitan ilmunya yang didengarinya yang kerananya beliau jauh mengembara. Perompak itu ketawa dan bertanya “bagaimana kamu memperolehi ilmu mereka bila kami ambil kertas itu maka kamu tidak berilmu lagi”. Ini suatu yang aneh berlaku. 
Bagaimanapun catitan-catitannya diserahkan kembali. Apabila beliau kembali ke Tus lepas itu, imam al-Ghazali mengambil masa tiga tahun menghafal semua catitan-catitan yang dipelajarinya itu.
Ibn ‘Asakir menyebutkan bahawa Imam al-Ghazali mengambil ilmu tentang hadith al-Bukhari daripada Abu Sahl Muhammad ibn Ahmad al-Hafsi, dan antara syaikh-syaikhnya yang lain dalam ilmu hadith ialah Nasr ibn ‘Ali ibn Ahmad al-Hakimi al-Tusi, ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn Ahmad al-Khawari, dan Muhammad ibn Yahya ibn Muhammad ibn Suja’i al-Zawzani dan seterusnya.

Sewaktu dalam perjalanan pulang dari Jurjan ada kisah yang menarik tentang Imam ini yang berkisar bagaimana beliau dirompak. Bila para perompak itu meninggalkannya, beliau mengikuti mereka, tetapi beliau diberi amaran agar tidak mengikuti mereka itu kalau tidak beliau akan mati. Lalu beliau meminta dengan nama Allah supaya dikembali kertas-kertas yang mengandungi catitan-catitan pelajarannya kerana kertas itu tidak ada gunanya untuk mereka. 

Setelah beliau kembali dari Jurjan dan berada di Tus buat beberapa waktu, mungkin di waktu ini beliau mempelajari tasawwuf di bawah Shaikh Yusuf al-Nassaj dan mungkin juga melakukan latihan-latihan kesufian. Sewaktu berumur lebih kurang dua puluh tahun beliau pergi melanjutkan pelajarannya ke Maktab Nizamiyyah di Nishapur untuk berguru kepada Imam al-Haramain iaitu Abu al-Ma’ali al-Juwaini, yang merupakan guru generasi yang keempat dari Imam al-Ash’ari sendiri dalam akidah ajaran Imam itu.
Dalam akademi itu beliau mempelajari ilmu-ilmu seperti usul al-din, fiqh, falsafah, logik, ilmu-ilmu sains tabi’I, tasawwuf dan lainnya.

Imam al-Haramain memberi kepada para pelajar kebebasan berfikir dan kebebasan mengeluarkan pendapat mereka, dan mereka digalakkan dalam mengambil bahagian dalam perdebatan dan perbincangan tentang pelbagai jenis persoalan yang dihadapi. 

Dalam perdebatan-perdebatan dengan rakan-rakannya Imam al-Ghazali menunjukkan kemampuan berfikir yang luas dan tajam, dan ia mempunyai kebolehan yang tinggi dalam kepetahan berhujah yang ini terbukti kemudiannya dalam tulisan-tulisannya seperti Tahafut al-Falasifah.

Tidak lama kemudiannya beliau berkesempatan memberi kuliah kepada rakan-rakannya, dan membuat penulisan. Beliau merupakan seorang yang berfikir secara kritilal dan bebas merdeka; sewaktu beliau menjadi pelajar di Nizamiyyah di Nishapur beliau merasa tidak berpuas hati dengan pegangan yang dimilikinya, dan membebaskan dirinya daripada cara bertaklid semata dalam pegangan agama.

Rumah kediaman Ulama Sufi abu Ali ibn Muhammad ibn Ali al-Farmadhi

Sewaktu di Nishapur beliau menjadi murid kepada ulama sufi abu ‘Ali al-Fadl ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Farmadhi; daripada guru sufi inilah beliau lebih banyak lagi mempelajari ilmu berkenaan dengan pengetahuan dan amalan kesufian. Al-Farmadhi itu sendiri adalah murid kepada bapa saudara beliau sendiri dan juga murid al-Qushairi (men.465/1074) yang terkenal itu. 
Beliau mengamalkan juga amalan-amalan kezahidan yang ketat di bawah bimbingan beliau ini; sebagaimana yang disebutkan oleh beliau sendiri keadaannya tidaklah sampai ke tahap boleh mendapat inspirasi murni ‘dari alam tinggi”.

Waktu itu juga beliau merasa tidak puas hati dengan pemikiran secara falsafah yang dihadapinya itu termasuk apa yang diterima secara otoriti dalam hubungan dengan usul al-din. Tekanan dalam tasawwuf tentang hubungan yang rapat dan mesra dengan Tuhan menjadikan imam utama ini lebih tidak berpuas hati lagi dengan huraian falsafah dalam usul al-din itu. Al-Farmadhi meninggal pada tahun 477 /1074 M dan Imam al-Haramain meninggal di tahun 478 H/1085 M. Waktu itu Imam al-Ghazali berumur dua puluh lapan tahun; ianya masih sangat bertenaga, dan namanya masyhur dalam alam Islam.

Beliau pergi ke istana Nizam al-Mulk wazir Malikshah (memerintah waktu itu 465 H/1072-485 H/1092 M) dan berada dalam kalangan para ahli ilmu kalam dan fuqaha di istana beliau itu. Nizam al-Mulk itu seorang wazir yang memberi galakan kepada perkembangan ilmu-ilmu, sains, sastera, dan menghimpunkan sekelilingnya para ulama dan ilmiawan yang terkenal dan mempunyai ilmu yang mendalam. 

Beliau biasa mengadakan majlis-majlis perbincangan ilmiah dan al-Ghazali mendapat namanya yang terkenal kerana kebolehan debatnya yang sangat baik.
Ilmu pengetahuan al-Ghazali berkenaan dengan fiqh, usul al-din, dan falsafah sedemikian dikagumi oleh Nizam al-Mulk sehingga beliau dilantik sebagai professor Usul al-Din di Nizamiyyah itu (diasaskan pada tahun 458–460 H/1065-67 M) di Baghdad pada tahun 484H/1091M. Waktu itu beliau berumur tiga puluh empat tahun. 


Ini merupakan kemuliaan yang sedemikian tinggi di alam Islam, dan beliau itu diangkat kepada jawatan yang sedemikian sewaktu umur sedemikian muda, yang tidak pernah orang lain dilantik kepada jawatan sedemikian sewaktu bermur semuda itu.Beliau sedemikian berjaya sebagai professor di Akademi itu; kuliahnya yang sedemikian cemerlang dan kedalaman ilmu pengetahuannya serta kejelasan huraiannya menarik semakin ramai para pelajar atau pendengar kepadanya, termasuk mereka dari kalangan para sarjana yang terkenal di zaman itu. 


Dengan segeranya ramai mereka m
engiktirafi kefasihan, kedalaman pengetahuan, dan kemampuan beliau sebagai pembicara ilmu, dan kemudiannya beliau dikirakan sebagai ahli usul al-din yang teragung dalam tradisi Asha’irah. Maka beliau diminta nasihat dalam perkara-perkara keagamaan dan siasah dan beliau menimbulkan pengarah yang sebanding dengan pengaruh pegawai-pegawai negara yang tertinggi.

Beliau mencapai kejayaan tertinggi sebagai ulama dilihat dari segi keduniaan lahiriahnya, tetapi dari segi batinnya beliau mula mengalami krisis intelektuil dan kerohanian yang amat mendalam. Rasa syaknya dan menyoal semua perkara yang ada dahulunya pada beliau mula menimbulkan dirinya semula dan beliau sampai bersikap kritikal terhadap mata-mata pelajaran yang diajarkannya sendiri. Beliau merasa kekosongan dalam huraian-huraian yang berupa helah-helah di kalangan para fuqaha. 

Sistem huraian di kalangan ahli ilmu kalam tidak merupakan keyakinan secara ilmu dan intelektuilnya. Beliau menentang huraian mereka yang memberi penekanan yang berlebihan tentang perkara-perkara doktrinal, kerana yang demikian membawa agama menjadi lingkungan sistem ortodoksi dan berupa sebagai soal-jawab yang dangkal sahaja; perbalahan-perbalahan di kalangan para mutakalimun berupa perakara-perkara soal-jawab tentang pegangan agama yang tidak ada hubungan sebenar dengan kehidupan manusia dengan agamanya.


Sekali lagi beliau menumpukan dirinya kepada penelitian tentang falsafah secara bersungguh-sungguh dan menyeluruh, dan beliau mendapati bahawa pegangan dan keyakinan tidak boleh dibinakan atas pemikiran semata-mata. Akal ada peranannya pada tahap-tahap tertentu, tetapi akhirnya Kebenaran Yang Terakhir memang tidak boleh dicapai dengan akal fikiran.
Dengan menyedari tentang batasan-batasan pemikiran dalam hubungan dengan teologi, beliau berada dalam rasa syak berkenaan dengan ilmu dan pegangan lalu beliau merasa tidak tenang jiwanya dan hatinya. Beliau merasa beliau berada dalam kedudukan yang tidak sebenar.


Akhirnya beliau mendapat kesedaran bahawa jalan yang sebenarnya ialah jalan tasawwuf yang membawa manusia kepada kebenaran yang sebenarnya melalui pengalaman rohaniah yang sahih. Beliau telahpun mempelajari ilmu tasawwuf secara teori dan bahkan ada juga melakukan amalan-amalannya; tetapi beliau belum lagi mara ke dalam pengalamannya secara yang sangat jauh. 


Dia memikirkan bahawa kalaulah beliau menumpukan dirinya kepada perjalanan kesufian melalui ciri-ciri kezuhudan, serta menekuni amalan-amalan spiritual, berserta dengan tafakur yang mendalam, beliau berkemungkinan akan mencapai nur yang sedang dicari-carinya.
Tetapi yang demikian ini melibatkan beliau meninggalkan kerjaya ilmiah yang cemerlang dan kedudukan keduniaan yang sedemikian tinggi itu. Beliau terasa juga runtunan untuk mendapat kemasyhuran dan kehebatan dirinya dalam kehidupan. 


Tetapi runtunan untuk mencari kebenaran terlalu amat kuatnya. Beliau merasakan bahawa beliau memerlukan keyakinan yang menetap pada pegangan, yang diperkuatkan lagi dengan pemikirannya tentang kedatangan maut. Beliau berada dalam konflik pemikiran dan perasaan sedemikian selama enam bulan lamanya mulai dari bulan Rajab 488H/ Julai 1095.
Beliau menjadi merosot kesihatan badannya dan pemikirannya juga amat terganggu; selera makannya dan penghadamannya hilang sampai suaranyapun tidak ada lagi. Maka senanglah baginya untuk melepaskan jawatannya sebagai professor lalu ia meninggalkan kota Baghdad pada bulan dhul-Qa’idah 488 H/ November 1095 M, secara lahirnya beliau menunjukkan bahawa beliau sedang hendak menunaikan fardhu haji; beliau meminta saudaranya Ahmad menggantinya memberi pengajaran kepada orang ramai dalam masa pemergiannya itu; sebenarnya beliau menjalankan ‘uzlah sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama sufi demi untuk mencapai kedamaian fikiran dan hati serta keselamatan untuk rohnya sendiri.


Beliau menyedekahkan semua harta miliknya melainkan bahagian-bahagian tertentu yang diamanahkan untuk perbelanjaan keluarganya, kemudian beliau terus pergi ke Syria.
Selama dua tahun lamanya beliau berada dalam ‘uzlah (tahun 488 H/1095 M ) di salah sebuah daripada menara-menara masjid Umayyah di Damsyik; kemudian beliau pergi ke Jerusalem untuk menjalankan ‘uzlah lagi di mana beliau melakukan tafakur yang mendalam di Masjid ‘Umar dan Qubbat al-Sakhr (The Dome of the Rock). Selepas daripada melawat makam Nabi Ibrahim a.s. di Hebron, beliau melaksanakan hajinya ke Makkah dan pergi ke Madinah. Itu diikuti dengan amalan ber’uzlah di tempat-tempat yang mulia dan masjid-masjid, serta mengembara di padang-padang pasir. Selepas daripada sebelas tahun berada dalam pengembaraan beliau kembali ke kota kelahirannya Tus, dalam tahun 499 H/1105 M.Berkenaan dengan pengalaman-pengalamannya mengikut apa- apa yang berlaku selepas beliau meninggalkan kota Baghdad, tidak ada apa-apa yang diberitahu olehnya kepada kita. Apa yang diberitahu ialah bagaimana adanya perkara-perkara yang tidak boleh dihuraiakan yang terlalu banyak yang berlaku kepadanya dalam bentuk ilham-ilham sewaktu beliau berada dalam masa ‘uzlahnya itu. 


Pengalaman-pengalaman itu nampaknya membawa sebagai natijahnya kepada beliau menerima otoritas Nabi s.a.w. dan tunduk dengan sepenuhnya kepada kebenaran-kebenaran yang diwahyukan dalam al-Qur’an.
Antara tanda-tanda awal tentang beliau memberi pembelaan terhadap akidah Ahlis-Sunnah wal-jama’ah (yang memang dahulunya memang beliau memberi pembelaan terhadapnya, tetapi sekarang pembelaan itu diberikan selepas daripada berlaku sesuatu yang boleh disebut sebagai pengesahan secara kerohanian tentang kebenaran-kebenaran itu) ialah penulisannya berjudul ar-Risalah al-Qudsiyyah yang digubah sewaktu beliau berada dalam ‘uzlahnya di Jerusalem, mungkin sebelum 492 H/1099 M sebab pada bulan Sya’ban tahun tersebut Jerusalem ditawan oleh tentera Salib. 


Ini dimasukkan ke dalam bab ke tiga kitab teragungnya Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dalam bab berkenaan dengan dasar-dasar ‘Aqidah; di dalam kitab itu beliau mencatitkan apa yang dipelajarinya dalam masa beliau ber’uzlah sambil melakukan latihan-latihan kerohanian dan menjalankan tafakur yang mendalam itu.


Dalam masa pengembaraan itu beliau terus menerus mengarang kitab-kitab selain daripada Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dan dari semasa ke semasa beliau kembali memberi pengajaran kepada para muridnya. Beliau merasakan bahawa ia mempunyai peranan untuk menyelamatkan agama daripada aliran kezindikan dan kekufuran dan beliau mengarang kitab-kitab untuk menegakkan akidah Ahl al-Sunnah wal-jama’ah sebagaimana yang jelas daripada bahagian akidah dalam Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dan kitab-kitab lain seperti al-Iqtisad fi’l-I’tiqad. Beliau juga mengarang kita tentang kesesatan Batiniyyah dalam kitabnya al-Fad’ih al-Bataniyyah dan juga kesesatan dan kekufuran dalam kitab Faisalat al-Tafriqah bainal-islam wa’z-zanadiqah. Beliau juga meneruskan pemerhatiannya terhadap hadith-hadith Nabi s.a.w.
Bila beliau kembali ke Tus beliau meneruskan hidup ‘uzlahnya serta tafakkur yang diamalnya; bagaimanapun Fakhr al-Mulk anak lelaki Nizam al-Mulk yang memberi lindungan kepadanya, yang waktu itu menjadi wazir kepada Sultan Sanjar menggesa beliau menerima jawatan professor ilmu akidah di Maktab Maimunah Nizamiyyah di Nishapur yang beliau setujui akhirnya, dengan perasaan hati yang berat; tetapi beliau tidak lama bertugas di sana dan kemudiannya kembali ke kota kelahirannya lagi dan membina madrasah di mana beliau memberi pengajaran di sana berkenaan dengan usul al-din dan tasawwuf.


Kemudiannya bila beliau disuruh oleh wazir al-Said mengajar pula dan Nizamiyyah di Baghdad, beliau membuat pilihan untuk menetap di Tus; di sana beliau hidup dengan aman dengan para muridnya; hidupnya dipenuhi dengan pendidikan dan ibadat kepada Allah sehingga beliau meninggal dunia pada 14 Jamadil-Akhir tahun 505 H/19 Disember 1111 M dengan kitab hadith atas dadanya, kata kisahnya.


Ibn al-Jawzi meriwayatkan dalam kitab al-Thabat ‘Inda al-Mamat kisah yang didapatinya daripada Ahmad saudara Imam al-Ghazali bahawa “pada Hari Isnin (14 Jamadil-Akhir) pada waktu masuk Subuh saudaraku Abu Hamid mengambil wudu’nya, sembahyang Subuh.
Kemudian berkata: ‘Bawa kepadaku kain kafanku’; beliau mengambil kain itu, menciumnya dan meletakkannya pada matanya, sambil berkata: ‘Kami mendengar dan taat dengan penuh persediaan untuk hadhir ke Hadhrat Tuhan, Raja (Yang Maha Berkuasa)’; kemudian beliau melunjurkan kakinya, mengadap kiblat,dan meninggal dunia sebelum matahari naik’.
Diceritakan bahawa Shaikh Abul-hasan al-Shadhili rd bermimpi bahawa ia melihat Nabi s.a.w. menunjukkan Imam Al Ghazali kepada nabi Musa dan ‘Isa, sambil bertanya kepada kedua mereka, ‘Adakah terdapat orang alim yang bijaksana dalam umat anda berdua?’, jawab keduanya tidak ada.


Dalam hayatnya beliau menyedari bahawa beliau mesti bertanggungjawab untuk menghadapi aliran ilhad atau kekufuran yang sedang muncul pada waktu itu menyanggahi ajaran Islam berdasarkan Qur’an dan Sunnah sebagaimana yang ada dalam Ahlis-Sunnah wal-jama’ah. Kerana itu beliau memberi pembelaan terhadap akidah Ahlis-Sunnah wal-jamaah dalam teks-teks karangannya.





Karya-Karya Imam Al Ghazali
Imam al Ghazali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, karya Imam al Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :
  1. Maqhasid al falasifah (tujuan para filosuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi masalah-masalah filsafah.
  2. Tahaful al falasifah (kerancuan pikiran para filosuf) buku ini dikarang sewaktu beliau berada di Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filosuf dengan keras.
  3. Miyar al ‘ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
  4. Ihya’ ulumuddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini merupakan karyanya yang terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindah-pindah antara Damaskus, Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang berisi panduan fiqih, tasawuf dan filsafat.
  5. Al munqiz min al dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai Tuhan.
  6. Ma’arif al-aqliyah (pengetahuan yang rasional)
  7. Miskyat al anwar (lampu yang bersinar), kitab ini berisi pembahasan tentang akhlak dan tasawuf.
  8. Minhaj al abidin (jalan mengabdikan diri terhadap Tuhan).
  9. iqtishad fi al i’tiqod (modernisasi dalam aqidah).
  10. Ayyuha al walad.
  11. Al musytasyfa
  12. Ilham al awwam an ‘ilmal kalam.
  13. Mizan al amal.
  14. Akhlak al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan kesalamatan dari kejahatan).
  15. Assrar ilmu addin (rahasia ilmu agama).
  16. Al washit (yang pertengahan) .
  17. Al wajiz (yang ringkas).
  18. Az-zariyah ilaa’ makarim asy syahi’ah (jalan menuju syariat yang mulia)
  19. Al hibr al masbuq fi nashihoh al mutuk (barang logam mulia uraian tentang nasehat kepada para raja).
  20. Al mankhul minta’liqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul fiqih).
  21. Syifa al qolil fibayan alsyaban wa al mukhil wa masalik at ta’wil (obat orang dengki penjelasan tentang hal-hal samar serta cara-cara penglihatan).
  22. Tarbiyatul aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)
  23. Tahzib al ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqih).
  24. Al ikhtishos fi al ‘itishod (kesederhanaan dalam beri’tiqod).
  25. Yaaqut at ta’wil (permata ta’wil dalam menafsirkan al Qur’an).


MAQAM AL IMAM GHAZALI
Wafatnya Imam al-Ghazali
Kubur Imam al-Ghazali yang sebenarnya telah dijumpai oleh para arkeolog Khurasan pada tahun 1995 di Tus. Imam al-Ghazali wafat pada Senin pagi, 14 Jumadil Akhir 505H/19 Desember 1111M di Tus dengan kitab hadits di dadanya. Jenazah beliau dikebumikan di makam al-Tabaran, bersebelahan dengan makam penyair besar yang terkenal, Firdausi.