.

.

Isnin, 30 Mac 2015

Zikir Ismu Zat ,Sebutan Allah Allah Sebanyak-banyaknya

Seseorang melafaskan ismu zat Allah Allah sebanyak-banyaknya sebagaimana firman Allah dalam surat Hamim Sajadah ayat 30, Sesungguhnya orang-orang yang berkata : Tuhan kita adalah Allah, kemudian mereka tekun maka turunlah malaikat pada mereka, dan malaikat itu memberi kabar : gembiralah kalian dengan apa yang telah dijanjikan pada kalian. Dan hadits Nabi diriwayatkan Thabrani dan Baihaqi. Rasulullah bersabda kepada sayyidina Ali : Ya Ali, pejamkan kedua matamu, lekatkan (rapatkan) kedua bibirmu, naikkan lidahmu dan berkatalah (berzikirlah) Allah Allah.”

 Rasulullah bersabda :
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتىَّ لاَ يُقَالَ فِى اْلاَرْضِ : اَلله ….اَلله

Hari kiamat tidak akan terjadi sampai di atas bumi ini tidak ada lagi orang yang menyebut Allah,… Allah. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad)

Dalam beberapa kitab yang memuat kompilasi hadits shahih, Nabi Saw bersabda :

قَالَ الله ُتَعَالَى: اَناَ عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَاَنَا مَعَهُ اِذَا ذَكَرَنِى فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَاِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ


Allah Swt berfirman, Aku ini (bertindak) sesuai dengan prasangka hamba-Ku padaku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Apabila ia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun menyebutnya sendiri. Jika dia mengingat-Ku di tengah-tengah orang banyak, maka aku akan menyebutnya di tengah-tengah orang banyak yang lebih mulia dari pada orang banyak saat ia mengingat-Ku. (HR. al Bukhari dan ahli hadits lainnya).

Zikir yang tidak disertai wukuf qalbi atau zikir yang tidak disertai mengingat maknanya adalah zikir yang lupa. Hal ini serupa dengan jasad tanpa ruh. Zikir yang demikian itu tidak mengandung pahala dan khasiat apapun.
 Adapun makna lafal Allah Allah ialah antara lain : Allah adalah maksud tujuanku, Allah adalah yang aku cari, Allah adalah yang aku cintai, wahai Allah engkaulah yang aku maksud, Allah tidak ada sekutu bagi-Nya, Allah adalah zat yang ada, Allah adalah zat yang disembah dan engkau adalah Allah tiada yang lain.

Orang-orang yang telah mencapai pangkat “dizikirkan Allah” adalah orang-orang yang dikasihi atau orang-orang yang menjadi kekasih Allah Swt seperti firman Allah dalam hadits qudsi berikut ini :
اِنَّ اَوْلِيَائِ مِنْ عِبَادِ وَاَحِبَّائِ مِنْ خَلْقِ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ بِذِكْرِ وأُذْكَرُ بِذِكْرِهِمْ
Sesungguhnya para Wali-Ku dari golongan hamba-Ku dan para Kekasih-Ku dari golongan makhluk-Ku adalah orang-orang yang diingat apabila Aku diingat. Dan Aku diingat apabila mereka diingat. (HR. at Tabrani, al Hakim dan Abu Na’im)

Allah berfirman :

Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka. (QS. al Mujadilah : 22)

Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (QS. al Hujurat : 3)

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu. (QS. al A’raf : 205)

Abu Awanah dan Ibnu Hibban meriwayatkan dalam masing-masing kitab kumpulan hadits shahih mereka, juga al Baihaqi di sebuah hadits berikut :
خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِى وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي وَقَالَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذِّكْرُ لاَ تَسْمَعُهُ الْحَفْظَةُ يَزِيْدُ عَلَى الذِّكْرِ تَسْمَعُهُ الْحَفَظَةُ بِسَبْعِيْنَ ضِعْفًا
Sebaik-baik dzikir adalah dzikir dengan samar (khafi) dan sebaik-baiknya rezeki adalah rezeki yang mencukupi, Nabi juga bersabda : “Dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat pencatat amal (maksudnya dzikir khafi) mengungguli atas dzikir yang dapat didengar oleh mereka (dzikir jahri) sebanyak tujuh puluh kali lipat.” (HR. al Baihaqi)

Hamba Allah yang dapat berzikir dengan lafas Allah...Allah adalah dengan kurnia dan kehendak izinnya jua,  
Firman Allah SWT: QS AS SAFFAAT 37: 96: Bahawa Allah menjadikan kamu dan barang perbuatan kamu.
Dan lagi sabda Rasullulah SAW: Tiada daya dan upayaku kecuali dengan izin Allah.

Sabda Rasullulah lagi: Tidak bergerak suatu zarah kecuali dengan izin Allah.
Firman Allah SWT QS AL MURSALAT 77:30: : Dan tidak berkehendak mereka itu seorang jua pun melainkan dengan kehendak Allah jua.
Apa dalil berzikir “Allah, Allah” (ألله، ألله) ?
Dalil dari al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.  واذكراسم ربك بكرة و أصيلا
     “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada waktu pagi dan petang” (Q.S. al-Insan (76): 25)
Di ayat tersebut kita diperintahkan untuk menyebut nama Tuhan kita. Apakah kita ragu bahwa nama Tuhan kita adalah Allah ( ألله )?
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعـبدني وأقم الصلاة لذكري
“ Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Q.S. Thaha (20): 14)
Jadi, nama Tuhan kita yang utama adalah Allah. Sedangkan nama-nama-Nya yang lain seperti yang terdapat dalam Asma-ul Husna adalah nama-nama tambahan untuk menunjukkan sebagian dari sifat-sifat-Nya. Di dalam kitab al-Mukhtashar Fi Ma’ani Asma’illahil Husna[1] halaman 13 disebutkan:
“Ketahuliah, sesungguhnya nama ini (ألله-pen) adalah nama yang teragung dari 99 nama yang terdapat dalam riwayat Tirmidzi karena nama ini menunjukkan atas Zat yang menghimpun semua sifat-sifat ketuhanan…”
Dengan demikian, kalau disuruh kita menyebut nama Tuhan (seperti perintah pada surat al-Insan ayat 25 di atas), tentu saja yang lebih utama kita sebut adalah “Allah” meskipun menyebut nama-nama-Nya yang lain adalah bagus pula.
Ayat al-Qur’an yang selanjutnya adalah:
2. يا أيها الذين امنوا اذكروالله ذكرا كثيرا
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”[2] (Q.S. al-Ahzab (33): 41)
Allah swt berfirman pula kepada Nabi Zakariya, yang tentunya untuk menjadi pelajaran bagi kita:
واذكرربك كـثيرا وسبح بالعـشي والإبكار
“…Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” (Q.S. Ali Imran: 41)
Ayat tersebut menganjurkan untuk menyebut nama Tuhan sebanyak-banyaknya. Maka baguslah untuk berzikir “Allah, Allah” dengan sebanyak-banyaknya karena nama Tuhan kita, sekali lagi, adalah “Allah”.
Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk beberapa golongan manusia dalam surat al-Ahzab ayat 35. Salah satu dari golongan tersebut adalah:
“…laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah…”
3. واذكراسم ربك وتبتـل اليه تـبتـيـلا
“Dan sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati” (Q.S. al-Muzzammil (73): 8)
Sekali lagi, di ayat tersebut, kita disuruh untuk menyebut nama Tuhan kita. Dan nama Tuhan kita, tidak ragu lagi, adalah “Allah”. Artinya, kita memang disuruh untuk menyebut kata “Allah”.
Berarti sudah enam dalil dari al-Qur’an yang kita cantumkan di sini, walaupun secara penomeran cuma tertulis tiga. Orang yang beriman sebenarnya tidak butuh banyak dalil. Andaikan cuma satu ayat saja dalil dari al-Qur’an yang ditemukan, niscaya cukuplah itu baginya untuk menjadi pegangan. Apalagi ini lebih dari satu ayat. Dan mungkin pula dalil dari al-Quran tentang ini sebenarnya lebih banyak dari jumlah yang bisa kami cantumkan di sini.

Sedangkan dalil dari hadits Nabi saw adalah sebagai berikut:
لا تـقوم الساعة حتى لا يـبـقى عـلى وجه الارض من يـقول الله الله
“Kiamat tidak akan terjadi sampai tidak ada lagi di muka bumi orang yang mengucapkan: “Allah, Allah” (H.R. Muslim)
Kami rasa hadits tersebut cukup jelas berbicara tentang zikir “Allah, Allah”. Dari hadits tersebut juga dapat kita pahami secara tersirat bahwa orang yang mengucapkan “Allah, Allah” memang akan semakin sedikit jumlahnya sampai akhirnya tidak ada lagi sama sekali. Ketika tidak ada lagi orang yang mengucapkan “Allah, Allah”, maka terjadilah kiamat.

Ada orang yang membantah zikir “Allah, Allah” ini dengan alasan bahwa zikir tersebut kalimatnya tidak sempurna, hanya “Allah” saja, mestinya kan ditambah dengan  suatu sifat Tuhan, umpamanya “Allahu Akbar” dengan demikian kalimatnya menjadi tidak mengambang. Bagaimana hal tersebut?
Kalimat “Allahu Akbar” memang adalah suatu bentuk zikir. Tapi itu bukan berarti bahwa ziki“Allah, Allah” itu lantas harus ditolak. Kenapa demikian? Karena tidak ada satu dalilpun yang mewajibkan penyebutan nama Allah itu harus diiringi dengan salah satu sifat-Nya. Alasan orang yang membantah seperti itu cuma alasan dengan logikanya saja. Dan kami kira itu adalah karena kekurangan ilmunya tentang nama “Allah” ini. Sebab para ulama telah menerangkan bahwa nama “Allah” itu adalah nama yang menghimpun seluruh sifat dan hakikat ketuhanan (lihatlah kitab al-Mukhtashar Fi Ma’ani Asma’illahil Husnahalaman 13). Berarti kata “Allah” itu saja sebenarnya sudah lengkap karena sudah mengandung keseluruhan dari sifat-sifat ketuhanan. Namun adakalanya suatu sifat ketuhanan itu perlu ditekankan kepada umat sehingga disebutlah sifat tersebut setelah nama Allah. Kata Allahu Akbar, misalnya, adalah untuk menekankan sifat Maha Besar-nya Allah ke dalam hati ummat. Padahal seandainya kata Akbar itu tidak disebut, dia sebenarnya sudah terkandung dalam nama “Allah” itu sendiri. Orang yang tidak mengetahui hal ini sajalah, kami kira, yang akan mengatakan kata ِAllah itu tidak lengkap atau mengambang. Dan tolong perhatikan kembali hadits shahih riwayat Muslim di atas. Pada hadits tersebut jelas-jelas Nabi saw sendiri yang mencontohkan kata “Allah, Allah” itu. Kalau hal itu tidak boleh, niscaya tidak akan muncul hadits tersebut.


Sebaiknya amalan zikir seperti ini perlu diambil dan mendapat bimbingan dari guru yang mursyid ( bersanad dari Rasulullah sampai kepada guru tersebut)

Rabu, 11 Mac 2015

Takjub Akan Diri Sendiri, Heran Atau Kagum Akan Kelebihan Diri

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Mengasihani



Sifat ujub atau lebih dikenal dengan Takjub Akan Diri Sendiri (atau dengan lain perkataan merasa heran atau kagum akan kelebihan diri sendiri) ia merupakan adalah salah satu dari penyakit hati yang kadang-kadangnya tanpa disedari terbit dalam diri seseorang. Hal ini bisa terjadi kepada siapa saja diantara kita. Tetapi kecenderungannya sering dihinggapi oleh orang yang mempunyai kelebihan atau kemampuan lebih baik dari dari orang lainnya. Baik dalam satu bidang keahlian, keilmuan, kelebihan, dan lain sebagainya. Terjadi baik dalam lingkungan kecil, kelompok atau dalam bermasyarakat. Ketika seseorang telah menganggap dirinya baik itu berarti suatu kesalahan telah terjadi, yang akan menerbitkan rasa ujub diri dari orang lain. merasa  heran kagum atas kelebihan atau pola pemikiran diri nya sendiri banyak menisbahkan pada diri aku aja..., aku....itu..., aku...ini perkara ini dipangil ujub, ulamak tasauf mengingatkan berjagalah dengan pangillan ana(aku) dalam diri kerana inilah sifat iblis.

Firman Allah SWT yang bermaksud: 
“Maka alangkah eloknya kalau mereka berdoa kepada kami dengan nada rendah diri (serta insaf dan bertaubat) ketika mereka ditimpa azab kami? Tetapi yang sebenarnya hati mereka keras (tidak mahu menerima kebenaran) dan syaitan pula memperelokkan pada (pandangan) mereka apa yang mereka telah lakukan.” (Surah Al-An’am, ayat 43)

“Ya Allah tolonglah aku, supaya (dapat) sentiasa mengingatiMu dan mensyukuri serta memperbaiki ibadatku kepadaMu.” (Hadis riwayat Abu Daud)

Adapun pada  ciri-ciri yang lain pula ujub lebih hampir kepada rasa takbur diri bersifat sukar sekali untuk menerima kebenaran, sering memandang remeh dan kurang menghargai orang lain. Sikap ini bisa diketahui saat ego atau nafsu lebih mendominasi didalam hati sehingga membuat hatinya menjadi keras. Kalau orang sudah terjangkit penyakit ini tidak segera menyadarinya, efeknya akan sangat berbahaya karena akan mengakibatkan hilangnya ketawadhuan seseorang. Dan biasanya perasaan seperti ini timbul karena ingin selalu dihormati dan disanjung dan juga ada kalanya suka memperagakan kelebihan diri kepada orang lain.
Sesungguhnya orang yang baik itu tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali Allah. Karena Allah sajalah yang Maha mengetahui setiap hati hamba-nya. Jika dipandangan manusia baik belum tentu dipandangan Allah itu baik tetapi lihatlah akan rahmat dan tadbir Allah jua sebagai kurniaan pada diri.Hendaknya kita janganlah terlalu cepat untuk menilai baik atau buruknya seseorang. Jika Allah telah menghendaki kebaikan pada diri seseorang, maka akhir kehidupan nya akan mendapatkan nikmat khusnul khotimah (Akhir yang baik). Dan semua itu tidak lain karena kurnia dan atas rahmat Allah jua.

Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nur: 21)
Sifat ujub juga adalah satu sifat yang telah mengujudkan hijab hamba Allah kepada khaliknya selagimana ananiyah(akuan diri) yang masih kuat bersarang didalam hati hamba Allah itu.
Untuk menghidari sifat ujub ini, munculkan lah selalu sifat tawadhu dan sibuk kan diri dengan melihat aib dan kekurangan diri sendiri. Sehingga tidak sempat lagi untuk melihat atau rasa kelbihan diri. Selalu berdo’a dan memohon kepada Allah dengan merendahkan diri agar dijauhkan dari penyakit-penyakit hati seperti sifat ujub ini. Dan satu hal yang amat penting bagi kita adalah dengan mengawali segala kebaikan yang dilakukan dengan merasakan semata-mata ia adalah kudrat dan keupayaan dari kurniaan Allah jua dengan lain perkataam sentiasa ia menilik akan tadbir Allah jua, pada peringkat salik (hamba yang perjalanan menuju kepada Allah) melazimi amalan zikir yang diambil dari pimpinan guru yang mursid hingga terbit warid yang dapat  mengenal serta menceraikan akan sifat yang tercela tersebut dalam diri.
Rasulullah SAW: “Apakah kamu mahu aku ceritakan kepadamu berkenaan amal perbuatanmu yang terbaik dan yang paling bersih dalam pandangan Allah serta orang yang tertinggi darjatnya di antara kamu, yang lebih baik dari bersedekah emas dan perak serta lebih baik dari memerangi musuh kamu semua dan memotong leher mereka, dan mereka juga memotong leher kamu!” Kemudian sekalian sahabat bertanya: “Apakah itu wahai Rasul?” Baginda SAW menjawab: “Zikir kepada kepada Allah.” – Hadis riwayat Al- Baihaqi
Semoga Allah selalu meridhoi semua amal kebaikan yang kita lakukan. Mohon maaf sekiranya ada sebarang kesilapan dalam menerbitkan kutipan nukilan ini sebahagiannya diambil dari kata-kata hikmah dari Arifbillah Ust Dr Zulkifli al Bakri sekadar untuk diterbitkan agar dapat menafaatnya untuk kita berkongsi bersama. kerana kesempurnaan hanya milik Allah, kekurangan dan kekhilafan hanya milik diri ini.