Rasulullah bersabda :
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتىَّ لاَ يُقَالَ فِى اْلاَرْضِ : اَلله ….اَلله
Hari kiamat tidak akan terjadi sampai di atas bumi ini tidak ada lagi orang yang menyebut Allah,… Allah. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad)
Dalam beberapa kitab yang memuat kompilasi hadits shahih, Nabi Saw bersabda :
قَالَ الله ُتَعَالَى: اَناَ عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَاَنَا مَعَهُ اِذَا ذَكَرَنِى فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَاِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
Allah
Swt berfirman, Aku ini (bertindak) sesuai dengan prasangka hamba-Ku
padaku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Apabila ia
mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun menyebutnya sendiri. Jika
dia mengingat-Ku di tengah-tengah orang banyak, maka aku akan
menyebutnya di tengah-tengah orang banyak yang lebih mulia dari pada
orang banyak saat ia mengingat-Ku. (HR. al Bukhari dan ahli hadits lainnya).
Zikir
yang tidak disertai wukuf qalbi atau zikir yang tidak disertai
mengingat maknanya adalah zikir yang lupa. Hal ini serupa dengan jasad
tanpa ruh. Zikir yang demikian itu tidak mengandung pahala dan khasiat
apapun.
Adapun
makna lafal Allah Allah ialah antara lain : Allah adalah maksud
tujuanku, Allah adalah yang aku cari, Allah adalah yang aku cintai,
wahai Allah engkaulah yang aku maksud, Allah tidak ada sekutu bagi-Nya,
Allah adalah zat yang ada, Allah adalah zat yang disembah dan engkau
adalah Allah tiada yang lain.
Orang-orang
yang telah mencapai pangkat “dizikirkan Allah” adalah orang-orang yang
dikasihi atau orang-orang yang menjadi kekasih Allah Swt seperti firman
Allah dalam hadits qudsi berikut ini :
اِنَّ اَوْلِيَائِ مِنْ عِبَادِ وَاَحِبَّائِ مِنْ خَلْقِ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ بِذِكْرِ وأُذْكَرُ بِذِكْرِهِمْ
Sesungguhnya
para Wali-Ku dari golongan hamba-Ku dan para Kekasih-Ku dari golongan
makhluk-Ku adalah orang-orang yang diingat apabila Aku diingat. Dan Aku
diingat apabila mereka diingat. (HR. at Tabrani, al Hakim dan Abu Na’im)
Allah berfirman :
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka. (QS. al Mujadilah : 22)
Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (QS. al Hujurat : 3)
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu. (QS. al A’raf : 205)
Abu
Awanah dan Ibnu Hibban meriwayatkan dalam masing-masing kitab kumpulan
hadits shahih mereka, juga al Baihaqi di sebuah hadits berikut :
خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِى وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي وَقَالَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذِّكْرُ لاَ تَسْمَعُهُ الْحَفْظَةُ يَزِيْدُ عَلَى الذِّكْرِ تَسْمَعُهُ الْحَفَظَةُ بِسَبْعِيْنَ ضِعْفًا
Sebaik-baik
dzikir adalah dzikir dengan samar (khafi) dan sebaik-baiknya rezeki
adalah rezeki yang mencukupi, Nabi juga bersabda : “Dzikir yang tidak
terdengar oleh malaikat pencatat amal (maksudnya dzikir khafi)
mengungguli atas dzikir yang dapat didengar oleh mereka (dzikir jahri)
sebanyak tujuh puluh kali lipat.” (HR. al Baihaqi)
Hamba Allah yang dapat berzikir dengan lafas Allah...Allah adalah dengan kurnia dan kehendak izinnya jua,
Hamba Allah yang dapat berzikir dengan lafas Allah...Allah adalah dengan kurnia dan kehendak izinnya jua,
Firman Allah SWT: QS AS SAFFAAT 37: 96: Bahawa Allah menjadikan kamu dan barang perbuatan kamu.
Dan lagi sabda Rasullulah SAW: Tiada daya dan upayaku kecuali dengan izin Allah.
Sabda Rasullulah lagi: Tidak bergerak suatu zarah kecuali dengan izin Allah.
Firman Allah SWT QS AL MURSALAT 77:30: : Dan tidak berkehendak mereka itu seorang jua pun melainkan dengan kehendak Allah jua.
Apa dalil berzikir “Allah, Allah” (ألله، ألله) ?
Dalil dari al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. واذكراسم ربك بكرة و أصيلا
“Dan sebutlah nama Tuhanmu pada waktu pagi dan petang” (Q.S. al-Insan (76): 25)
Di ayat tersebut kita diperintahkan untuk menyebut nama Tuhan kita. Apakah kita ragu bahwa nama Tuhan kita adalah Allah ( ألله )?
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعـبدني وأقم الصلاة لذكري
“ Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Q.S. Thaha (20): 14)
Jadi, nama Tuhan kita yang utama adalah Allah. Sedangkan nama-nama-Nya yang lain seperti yang terdapat dalam Asma-ul Husna adalah nama-nama tambahan untuk menunjukkan sebagian dari sifat-sifat-Nya. Di dalam kitab al-Mukhtashar Fi Ma’ani Asma’illahil Husna[1] halaman 13 disebutkan:
“Ketahuliah, sesungguhnya nama ini (ألله-pen) adalah nama yang teragung dari 99 nama yang terdapat dalam riwayat Tirmidzi karena nama ini menunjukkan atas Zat yang menghimpun semua sifat-sifat ketuhanan…”
Dengan demikian, kalau disuruh kita menyebut nama Tuhan (seperti perintah pada surat al-Insan ayat 25 di atas), tentu saja yang lebih utama kita sebut adalah “Allah” meskipun menyebut nama-nama-Nya yang lain adalah bagus pula.
Ayat al-Qur’an yang selanjutnya adalah:
2. يا أيها الذين امنوا اذكروالله ذكرا كثيرا
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”[2] (Q.S. al-Ahzab (33): 41)
Allah swt berfirman pula kepada Nabi Zakariya, yang tentunya untuk menjadi pelajaran bagi kita:
واذكرربك كـثيرا وسبح بالعـشي والإبكار
“…Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” (Q.S. Ali Imran: 41)
Ayat tersebut menganjurkan untuk menyebut nama Tuhan sebanyak-banyaknya. Maka baguslah untuk berzikir “Allah, Allah” dengan sebanyak-banyaknya karena nama Tuhan kita, sekali lagi, adalah “Allah”.
Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk beberapa golongan manusia dalam surat al-Ahzab ayat 35. Salah satu dari golongan tersebut adalah:
“…laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah…”
3. واذكراسم ربك وتبتـل اليه تـبتـيـلا
“Dan sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati” (Q.S. al-Muzzammil (73): 8)
Sekali lagi, di ayat tersebut, kita disuruh untuk menyebut nama Tuhan kita. Dan nama Tuhan kita, tidak ragu lagi, adalah “Allah”. Artinya, kita memang disuruh untuk menyebut kata “Allah”.
Berarti sudah enam dalil dari al-Qur’an yang kita cantumkan di sini, walaupun secara penomeran cuma tertulis tiga. Orang yang beriman sebenarnya tidak butuh banyak dalil. Andaikan cuma satu ayat saja dalil dari al-Qur’an yang ditemukan, niscaya cukuplah itu baginya untuk menjadi pegangan. Apalagi ini lebih dari satu ayat. Dan mungkin pula dalil dari al-Quran tentang ini sebenarnya lebih banyak dari jumlah yang bisa kami cantumkan di sini.
Sedangkan dalil dari hadits Nabi saw adalah sebagai berikut:
لا تـقوم الساعة حتى لا يـبـقى عـلى وجه الارض من يـقول الله الله
“Kiamat tidak akan terjadi sampai tidak ada lagi di muka bumi orang yang mengucapkan: “Allah, Allah” (H.R. Muslim)
Kami rasa hadits tersebut cukup jelas berbicara tentang zikir “Allah, Allah”. Dari hadits tersebut juga dapat kita pahami secara tersirat bahwa orang yang mengucapkan “Allah, Allah” memang akan semakin sedikit jumlahnya sampai akhirnya tidak ada lagi sama sekali. Ketika tidak ada lagi orang yang mengucapkan “Allah, Allah”, maka terjadilah kiamat.
Ada orang yang membantah zikir “Allah, Allah” ini dengan alasan bahwa zikir tersebut kalimatnya tidak sempurna, hanya “Allah” saja, mestinya kan ditambah dengan suatu sifat Tuhan, umpamanya “Allahu Akbar” dengan demikian kalimatnya menjadi tidak mengambang. Bagaimana hal tersebut?
Kalimat “Allahu Akbar” memang adalah suatu bentuk zikir. Tapi itu bukan berarti bahwa zikir “Allah, Allah” itu lantas harus ditolak. Kenapa demikian? Karena tidak ada satu dalilpun yang mewajibkan penyebutan nama Allah itu harus diiringi dengan salah satu sifat-Nya. Alasan orang yang membantah seperti itu cuma alasan dengan logikanya saja. Dan kami kira itu adalah karena kekurangan ilmunya tentang nama “Allah” ini. Sebab para ulama telah menerangkan bahwa nama “Allah” itu adalah nama yang menghimpun seluruh sifat dan hakikat ketuhanan (lihatlah kitab al-Mukhtashar Fi Ma’ani Asma’illahil Husnahalaman 13). Berarti kata “Allah” itu saja sebenarnya sudah lengkap karena sudah mengandung keseluruhan dari sifat-sifat ketuhanan. Namun adakalanya suatu sifat ketuhanan itu perlu ditekankan kepada umat sehingga disebutlah sifat tersebut setelah nama Allah. Kata Allahu Akbar, misalnya, adalah untuk menekankan sifat Maha Besar-nya Allah ke dalam hati ummat. Padahal seandainya kata Akbar itu tidak disebut, dia sebenarnya sudah terkandung dalam nama “Allah” itu sendiri. Orang yang tidak mengetahui hal ini sajalah, kami kira, yang akan mengatakan kata ِAllah itu tidak lengkap atau mengambang. Dan tolong perhatikan kembali hadits shahih riwayat Muslim di atas. Pada hadits tersebut jelas-jelas Nabi saw sendiri yang mencontohkan kata “Allah, Allah” itu. Kalau hal itu tidak boleh, niscaya tidak akan muncul hadits tersebut.
Sebaiknya amalan zikir seperti ini perlu diambil dan mendapat bimbingan dari guru yang mursyid ( bersanad dari Rasulullah sampai kepada guru tersebut)