.

.

Rabu, 11 Mac 2015

Takjub Akan Diri Sendiri, Heran Atau Kagum Akan Kelebihan Diri

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Mengasihani



Sifat ujub atau lebih dikenal dengan Takjub Akan Diri Sendiri (atau dengan lain perkataan merasa heran atau kagum akan kelebihan diri sendiri) ia merupakan adalah salah satu dari penyakit hati yang kadang-kadangnya tanpa disedari terbit dalam diri seseorang. Hal ini bisa terjadi kepada siapa saja diantara kita. Tetapi kecenderungannya sering dihinggapi oleh orang yang mempunyai kelebihan atau kemampuan lebih baik dari dari orang lainnya. Baik dalam satu bidang keahlian, keilmuan, kelebihan, dan lain sebagainya. Terjadi baik dalam lingkungan kecil, kelompok atau dalam bermasyarakat. Ketika seseorang telah menganggap dirinya baik itu berarti suatu kesalahan telah terjadi, yang akan menerbitkan rasa ujub diri dari orang lain. merasa  heran kagum atas kelebihan atau pola pemikiran diri nya sendiri banyak menisbahkan pada diri aku aja..., aku....itu..., aku...ini perkara ini dipangil ujub, ulamak tasauf mengingatkan berjagalah dengan pangillan ana(aku) dalam diri kerana inilah sifat iblis.

Firman Allah SWT yang bermaksud: 
“Maka alangkah eloknya kalau mereka berdoa kepada kami dengan nada rendah diri (serta insaf dan bertaubat) ketika mereka ditimpa azab kami? Tetapi yang sebenarnya hati mereka keras (tidak mahu menerima kebenaran) dan syaitan pula memperelokkan pada (pandangan) mereka apa yang mereka telah lakukan.” (Surah Al-An’am, ayat 43)

“Ya Allah tolonglah aku, supaya (dapat) sentiasa mengingatiMu dan mensyukuri serta memperbaiki ibadatku kepadaMu.” (Hadis riwayat Abu Daud)

Adapun pada  ciri-ciri yang lain pula ujub lebih hampir kepada rasa takbur diri bersifat sukar sekali untuk menerima kebenaran, sering memandang remeh dan kurang menghargai orang lain. Sikap ini bisa diketahui saat ego atau nafsu lebih mendominasi didalam hati sehingga membuat hatinya menjadi keras. Kalau orang sudah terjangkit penyakit ini tidak segera menyadarinya, efeknya akan sangat berbahaya karena akan mengakibatkan hilangnya ketawadhuan seseorang. Dan biasanya perasaan seperti ini timbul karena ingin selalu dihormati dan disanjung dan juga ada kalanya suka memperagakan kelebihan diri kepada orang lain.
Sesungguhnya orang yang baik itu tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali Allah. Karena Allah sajalah yang Maha mengetahui setiap hati hamba-nya. Jika dipandangan manusia baik belum tentu dipandangan Allah itu baik tetapi lihatlah akan rahmat dan tadbir Allah jua sebagai kurniaan pada diri.Hendaknya kita janganlah terlalu cepat untuk menilai baik atau buruknya seseorang. Jika Allah telah menghendaki kebaikan pada diri seseorang, maka akhir kehidupan nya akan mendapatkan nikmat khusnul khotimah (Akhir yang baik). Dan semua itu tidak lain karena kurnia dan atas rahmat Allah jua.

Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nur: 21)
Sifat ujub juga adalah satu sifat yang telah mengujudkan hijab hamba Allah kepada khaliknya selagimana ananiyah(akuan diri) yang masih kuat bersarang didalam hati hamba Allah itu.
Untuk menghidari sifat ujub ini, munculkan lah selalu sifat tawadhu dan sibuk kan diri dengan melihat aib dan kekurangan diri sendiri. Sehingga tidak sempat lagi untuk melihat atau rasa kelbihan diri. Selalu berdo’a dan memohon kepada Allah dengan merendahkan diri agar dijauhkan dari penyakit-penyakit hati seperti sifat ujub ini. Dan satu hal yang amat penting bagi kita adalah dengan mengawali segala kebaikan yang dilakukan dengan merasakan semata-mata ia adalah kudrat dan keupayaan dari kurniaan Allah jua dengan lain perkataam sentiasa ia menilik akan tadbir Allah jua, pada peringkat salik (hamba yang perjalanan menuju kepada Allah) melazimi amalan zikir yang diambil dari pimpinan guru yang mursid hingga terbit warid yang dapat  mengenal serta menceraikan akan sifat yang tercela tersebut dalam diri.
Rasulullah SAW: “Apakah kamu mahu aku ceritakan kepadamu berkenaan amal perbuatanmu yang terbaik dan yang paling bersih dalam pandangan Allah serta orang yang tertinggi darjatnya di antara kamu, yang lebih baik dari bersedekah emas dan perak serta lebih baik dari memerangi musuh kamu semua dan memotong leher mereka, dan mereka juga memotong leher kamu!” Kemudian sekalian sahabat bertanya: “Apakah itu wahai Rasul?” Baginda SAW menjawab: “Zikir kepada kepada Allah.” – Hadis riwayat Al- Baihaqi
Semoga Allah selalu meridhoi semua amal kebaikan yang kita lakukan. Mohon maaf sekiranya ada sebarang kesilapan dalam menerbitkan kutipan nukilan ini sebahagiannya diambil dari kata-kata hikmah dari Arifbillah Ust Dr Zulkifli al Bakri sekadar untuk diterbitkan agar dapat menafaatnya untuk kita berkongsi bersama. kerana kesempurnaan hanya milik Allah, kekurangan dan kekhilafan hanya milik diri ini.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan