.

.

Sabtu, 9 November 2013

Akhlak seorang Salik

Akhlak seorang Salik
Ketahulilah, bahwa jalan menuju Allah haruslah senantiasa bersih dari sikap menentang dan dari nafsu yang menyimpang. Pemberian alasan, sikap toleran dan kelembutan pada sesuatu yang mengarah pada penyimpangan dari jalan Allah adalah tidak boleh ada di dalamnya. Karena itu, perbuatan yang jelas-jelas melanggar syariat adalah layak dikecam dan tidak boleh diberi maaf. Sikap toleran hanya berlaku dalam sesuatu yang terkait dengan hak-hak pribadi.
Seorang salik yang hendak menapak jalan menuju Allah, haruslah berusaha memberikan apa yang menjadi hak orang tanpa menuntut balas dari mereka. Ia juga harus menerima alasan orang tanpa berusaha mencari alasan untuk diri sendiri.

Selain itu, ia harus menolong tanpa berusaha untuk ditolong, harus memperlakukan manusia dengan sikap kasih dan sayang, serta berinteraksi bersama mereka dengan mengembangkan sikap saling menasehati.
Ia tidak boleh dengki dan iri dalam apa yang Allah berikan pada orang.Tidak berteman dan duduk bersama wanita. Serta tidak bersahabat dan bercengkrama dengan anak-anak muda.

Seorang salik juga harus berusaha menepati janji, berkata benar dan bersikap wara’ entah itu terkait dengan ucapan, makanan, pandangan dan seterusnya.Ia tidak boleh bersikap riya, harus menjaga adab-adab syariat baik yang kecil maupun yang besar- kalau sudah mengetahui. Kalau belum mengetahui, ia harus bertanya. Orang yang berani mengkhianati adab-adab syariat akan lebih berani lagi mengkhianati rahasia-rahasia ilahi. Karena itu, Allah hanya akan memberikan rahasiaNya kepada mereka yang bisa dipercaya.

Seorang salik tidak boleh memilih, sebab ia bersama pilihan Allah, Ia juga harus meninggalkan hal-hal yang mubah, sebab memperhatikan hal yang mubah itu hanya akan membuang-buang waktu. Salik yang masuk ke dalam jalan ini, kalau sudah menjadi suami, hendaknya tidak menceraikan isterinya. Atau kalau masih bujang hendaknya tidak menikah dulu sampai sempurna. Dan jika sudah sempurna ia akan mendapat pemberian Allah.

Seorang salik harus jujur. Ia hanya berbicara dengan apa yang ia saksikan. Ketika salik atau murid mengunjungi seorang syekh, qalb-nya harus kosong agar ia bisa menerima apa yang diberikan oleh syekhnya itu. Ia tidak boleh mengingkarinya. Jika sulit diterima, ia harus mengevaluasi diri dengan berkata,… “Saya belum sampai pada kedudukan ini.” Ia tidak boleh menganggap syekhnya yang salah. Siapa yang menemui syekh untuk mengujinya, berarti ia adalah seorang yang bodoh. Hendaknya ia meminta sang syekh untuk berbicara tentang persoalan khatir. Tetapi, yang mestinya ia minta adalah agar sang syekh tersebut mengajarkan kotoran-kotoran jiwa beserta obatnya, juga agar ia menerangkan hal-ihwal seorang murid, bukan hal-ihwal kaum arif.

Apabila seorang salik menyaksikan ada orang yang sedang berbuat maksiat, janganlah ia mempunyai keyakinan bahwa maksiat tersebut dilakukan seterusnya. Namun, hendaknya ia berkata,… “Barangkali ia bertaubat pada saat tak dilihat orang…” atau “Barangkali maksiat tersebut tidak mengkhawatirkan karena mungkin Allah menolong ia di akhir hidupnya.” Seorang salik tidak boleh mempunyai prasangka buruk terhadap seseorang kecuali yang memang telah Allah tampakkan akhir kehidupannya. Para salik juga tak boleh berprasangka baik terhadap dirinya. Siapa yang memandang dirinya lebih baik dari orang lain, padahal ia belum mengetahui keadaannya dan keadaan orang tersebut di akhir hidupnya, berarti ia bodoh terhadap Allah, tertipu dan tidak memiliki kebaikan. Meskipun ia diberi pengetahuan, tetapi sebetulnya ia tidak diberi. Meremehkan ilmu yang hakiki berarti meremehkan Allah. Dan tentu saja hal tersebut bertentangan dengan sifat seorang salik.

Ciri-ciri seorang salik adalah ia selalu membersihkan diri dari berbagai perangai buruk dan mengisinya dengan berbagai akhlak yang terpuji.Ia senantiasa sabar menghadapi gangguan orang dan tidak menyakiti. Hendaknya ia senang membantu orang dalam hal kebajikan, mengasihi orang yang lemah, menunjuki orang yang sesat dan bodoh, menyadarkan orang yang lalai dan tidak membuat hijab.

Setiap orang yang meminta pertolongannya, selalu dibantu.Setiap orang yang ingin menemuinya, selalu bisa bertemu.Ia tidak menutup diri dari orang, selalu memberi kepada yang meminta, menghormati tamu, menghibur orang yang sedang merana, menenangkan orang yang sedang cemas, memberi makan orang yang lapar, memberi minum orang yang haus, memberi baju kepada orang yang telanjang, membantu pelayan, selalu melakukan perbuatan mulia dan tidak melakukan perbuatan tercela.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan