ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمً۬ا وَقُعُودً۬ا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ
وَيَتَفَڪَّرُونَ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ
هَـٰذَا بَـٰطِلاً۬ سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
(Iaitu) orang-orang
yang menyebut dan mengingati
Allah semasa mereka berdiri dan duduk dan semasa mereka berbaring mengiring dan mereka
pula memikirkan tentang kejadian langit dan bumi (sambil berkata): Wahai Tuhan kami! Tidaklah Engkau menjadikan benda-benda ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab Neraka.
(191)
Hingga kini, masih banyak orang yang mengambil perkiraan mudah, merasa tidak mempercayai dengan dalil suudzon dan syak wasangka, apakah benar ada yang dinamakan dzikir jahar
atau dzikir keras. Kebanyakan dari mereka, mengira bahwa yang dinamakan
dzikir keras itu sesuatu yang tidak ada riwayat dari Rasulnya.
Benarkah?
Sebagai ilustrasi, sebagaimana orang bijak pernah berkata, bahwa
manusia akan dikumpulkan dengan orang yang disukainya. Jika ia mencintai
musik, maka ia akan berkumpul dengan para pecinta musik. Jika ia mencintai hobi hiburan muzik misalnya, maka ia akan berkumpul dengan mereka yang mencitai hobi yang
sama. Tidak perduli dengan suara bising dan dentuman musik yang
menjadi-jadi. Bagi mereka yang penting adalah mencari kenikmatan.
Ya,
begitulah bahwa manusia akan dikumpulkan bersama dengan orang yang
memiliki hobi dan minat yang sama. Demikian juga dengan dzikir, atau
bagi mereka yang menyukai dzikir. timbulnya pertanyaan, benarkah ada
dzikir jahar, ialah keluar dari mereka yang memang belum mencintai apa itu dzikir jahar. Padahal,
Allah sendiri adalah firman-Nya menyatakan bahwa orang yang beriman
yang memiliki hati suci, jika mendengar dzikir akan tersentuh dan
gemetar hatinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, Dan
apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat imannya dan
mereka hanya kepada Allah saja berserah diri” (QS. Al Anfal ayat 2).
Dalam
ayat ini, Allah memberi isyarat bahwa mereka yang beriman tidak akan
merasa resah tetapi akan tersentuh hati dan jiwanya jika mendengarkan
dzikir. Dari ayat ini yang menjadi titik tekan adalah dalam kata dzukiro,
yang berarti dzikir itu dibacakan. Berarti orang yang beriman itu
mendengar bacaan dzikir, lalu mereka bergetar hatinya. Kemudian, kita
bisa menyimpulkan bahwa apa pun yang bisa didengar atau terdengar itu
adalah suara yang dinyaringkan atau dikeraskan. Berarti dzikir dalam
ayat tersebut adalah dzikir jahar atau dzikir yang
dinyaringkan. Untuk lebih jelasnya, maka kita uraikan satu per satu ayat
Al Quran dan Hadits yang menerangkan tentang dzikir jahar.
HUKUM DZIKIR KERAS (JAHAR) DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS HUKUM DZIKIR JAHAR DALAM AQUR’AN
- 1. Q.S. AL-‘AROF AYAT 204 :
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat .”
Penjelasan
ayat ini bukan menunjukan dzikir dalam hati tapi dzikir yang terdengar
atau dzikir keras. Namun, Ayat di atas seakan bertentangan dengan
Al-Qur’an dan hadits yang lain tentang anjuran untuk berdzikir dalam
hati seperti Q.S.Al-‘Arof ayat 205: “Sebutlah nama Allah di dalam
hatimu dengan merendahkan diri dan tidak dengan suara yang keras dari
pagi sampai petang, Dan janganlah dirimu menjadi golongan yang lupa
(lalai).”
Sebenarnya Ayat 205 ini tidaklah bertentangan dengan ayat 204 yang menunjukan akan diperintahkannya dzikir jahar.
Dan ayat 205 ini tidak bisa dijadikan alasan untuk melarang dzikir
keras karena akan bertentangan dengan dzikir yang telah umum yang biasa
dibaca dengan suara keras, seperti takbiran, adzan, membaca talbiyah ketika
pelaksanakan haji, membaca al-qur’an dengan dikeraskan atau dilagukan,
membaca sholawat dangan suara keras dan lain-lain. Hanya saja, Q.S
Al’Arof ayat 205 ini hanya menjelaskan tentang dzikir yang tidak
memakai gerak lidah yaitu dzikir dalam hati atau khofi. Jadi
penjelasan Ayat 205 ini menunjukan, bagaimanapun bentuknya dzikir jika
dibaca dalam hati pasti tidak akan mengeluarkan suara karena dzikirnya
sudah menggunakan hati, bahkan sudah tidak menggunakan gerak lidah.
Kesimpulan dari dua ayat itu, Allah menunjukan adanya perintah dibolehkannya berdzikir dengan jahar (keras) maupun dzikir dalam hati (khofi) yang tidak memakai gerak lidah.
2. Q.S.AL-BAQOROH AYAT 200 :
“Apabila
engkau telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan
menywebut nama Allah) sebagaimana kamu menyebut (membangga-banggakan)
nenek moyangmu atau bahkan berdzikirlah lebih (nyaring dan banyak)
daripada itu.”
Menurut
Ibnu Katsir, latar belakang turunnya ayat ini ialah kebiasaan bangsa
Arab, baik suku quraisy maupun lainnya pada musim haji mereka biasanya
berkumpul di Mudzalifah setelah wukuf di Arafah. Disitu mereka
membanggakan kebesaran nenek moyang mereka dengan cara menyebut-nyebut
kebesaran nenek moyang mereka itu dalam pidato mereka. Ketika telah
memeluk agama Islam, Nabi memerintahkan mereka hadir di Arafah untuk wukuf kemudian menuju mudzdalifah. Setelah mabit di mudzdalifah
mereka diperintahkan untuk meninggalkan tempat itu dengan tidak
menunjukan perbedaan diantara mereka (dengan cara menyebut kebesaran
nenek moyang) seperti yang mereka lakukan pada masa pra Islam.
Berbeda
dengan Ibnu Katsir, yaitu Mahmud Hijazi menafsirkan ayat ini dengan
mengatakan, bila kamu selesai mengerjakan haji maka berdzikirlah kepada
Tuhanmu dengan baik (dengan cara menyebut-nyebut nama Allah) sebagaimana
kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu sewaktu kamu jahiliyah
atau sebutlah nama Allah itu lebih keras daripada kamu menyebut-nyebut
nama nenek moyangmu itu. Begitu pun penafsiran Ibnu Abbas, seperti
terdapat dalam kitab Tanwir al Miqbas ketika menafsirkan kata aw asyadda dzikro yang berarti menyebut Allah dengan mengatakan “Ya Abba” seperti menyebut nenek moyang “Ya Allah”
Dua
pendapat mufasir di atas mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa
menyebut nama Allah dalam pengertian dzikrullah dianjurkan setelah
menunaikan ibadah haji,. Dzikrullah tersebut dikerjakan dengan suara
keras, bahkan boleh dengan suara yang lebih keras daripada suara
jahiliyah tatkala mereka menyebut nama nenek moyang mereka ketika
berhaji.
- 3. Q.S. AL-BAQOROH AYAT 114 :
“ Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalangi-halangi menyebut nama Allah di dalam mesjid-mesjid-Nya ..”
- 4. Q.S. AN-NUR AYAT 36 :
“ Didalam
semua rumah Allah diizinkan meninggikan (mengagungkan) suara untuk
berdzikir dengan menyebut nama-Nya dalam mensucikan-Nya sepanjang pagi
dan petang.”
5. Dan lain-lain
HUKUM DZIKIR JAHAR MENURUT HADITS RASUL
HADITS KE SATU
Dalam Kitab Bukhori jilid 1:
Dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas ra., berkata: “Inna
rof’ash shauti bidzdzikri hiina yanshorifunnaasu minal maktuubati kaana
‘ala ‘ahdi Rosuulillaahi sholallaahu alaihi wasallam kuntu ‘alamu
idzaanshorrofuu bidzaalika sami’tuhu.” Artinya :“Sesungguhnya
mengeraskan suara dalam berdzikir setelah manusia-manusia selesai dari
sholat fardlu yang lima waktu benar-benar terjadi pada zaman Nabi Saw.
Saya (ibnu Abbas) mengetahui para sahabat melakukan hal itu karena saya
mendengarnya .”
Selanjutnya dalam hadits :“Suara
yang keras dalam berdzikir bersama-sama pada waktu tertentu atau ba’da
waktu sholat fardhu, akan berbekas dalam menyingkap hijab, menghasilkan
nur dzikir” (HR. Bukhari).
- HADITS KE DUA
Dari Abu Khurairah ra, katanya Rasulullah bersabda: “Allah berfirman; ‘Aku
berada di dalam sangkaan hamba-Ku tentang diri-Ku, Aku menyertainya
ketika dia menyebut-Ku, jika dia menyebut-Ku kepada dirinya, maka Aku
menyebutnya kepda diri-Ku. Maka jika menyebut-tu di depan orang banyak,
maka Aku akan menyebutnya di tempat yang lebih baik daripada mereka” (HR. Bukhari). Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut ‘di depan orang banyak’, berarti dzikir tersebut dilakukan secara jahar.
- HADITS KE TIGA
Diriwayatkan di dalam Al Mustadrak dan dianggap saheh, dari Jabir ra. berkata: “Rasulullah
keluar menjumpai kami dan bersabda: ‘Wahai saudara-saudara, Allah
memiliki malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis-majlis
dzikir di dunia. Maka penuhilah taman-taman syurga’. Mereka
bertanya:’Dimanakah taman-taman syurga itu?’. Rasulullah menjawab:
‘Majlis-majlis dzikir.’ Kunjungilah dan hiburlah diri dengan dzikir
kepada Allah” (HR. Al Badzar dan Al Hakim).
Penjelasan hadits ini, bahwa dalam kalimat ‘malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis dzikir di dunia’ maksudnya berarti dzikir dalam hal ini adalah dzikir jahar yang dilakukan manusia. Karena malaikat hanya mengetahui dzikir jahar dan tidak mampu mengetahui dzikir khofi. Hal ini sebagaimana sabda Rasul: “Adapun
dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat yakni dzikir khofi atau
dzikir dalam hati yakni dzikir yang memiliki keutamaan 70x lipat dari
dzikir yang diucapkan” (HR. Imam Baihaqi dalam Kitab Tanwirul Qulub hal.509).
- HADITS KE EMPAT
Hadits yang dishohehkan oleh An Nasai dan Ibdu Majjah dari As Sa’ib dari Rasululah SAW, beliau bersabda: “Jibril telah datang kepadaku dan berkata, ‘Perintahkanlah kepada sahabat-sahabatmu untuk mengeraskan suaranya di dalam takbir”(HR. Imam Ahmad Abu Daud At Tirmidzi).
Penjelasan hadits ini, bahwa sangat jelas tidak dilarangnya dzikir keras tetapi dianjurkan untuk melakukan dzikir jahar.
- HADITS KE LIMA
- HADITS KE LIMA
Didalam kitab Sya’bil Iman dari Abil Jauza’ ra. berkata :“Nabi
Saw, bersabda, “Perbanyaklah dzikir kepada Allah sampai orang-orang
munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” (H.R.Baihaqi)
Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut “orang-orang munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” Hadits ini menunjukan dzikir jahar karena dengan dzikir jahar (terdengar) itulah orang munafik akhirnya menyebutnya ria .
- HADIITS KE ENAM
Juga dalam kitab Sya’bil Iman yang di shohehkan oleh Al-Hakim dari Abu Sa’id Al-Khudri ra., berkata :“Nabi Saw, bersabda,” Perbanyaklah dzikir kepada Allah kendati kalian dikatakan gila”. (H.R.Al-Hakim danAl-Baihaqi)
- HADITS KE TUJUH,
Dari Jabir bin Abdullahra, berkata :“Ada
seorang yang mengeraskan suaranya dalam berdzikir, maka seorang
berkata, “ semestinya dia merendahkan suaranya.” Rosulullah bersabda,”
Biarkanlah dia,sebab sesungguhnya dia adalah lebih baik.“ (Al-Baihaqi). Dari Sa’id bin Aslam ra., katanya Ibnu Adra’ berkata, “
Aku menyertai Nabi Saw. Pada suatu malam, lalu melewati seseorang di
mesjid yang mengeraskan suaranya, lalu aku berkata, “ Wahai Rosulullah,
tidaklah ia termasuk orang ria ? “ Beliau menjawab, “ Tidak,tetapi dia
pengeluh,” (H.R.Baihaqi).
PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG DZIKIR JAHAR
Imam An-Nawawi berkata : “Bahwa
bacaan dzikir sir (samar) lebih utama apabila takut ria, atau khawatir
mengganggu orang yang sedang sholat atau tidur. Sedangkan yang jahar
(dzikir keras) lebih baik apabila tidak ada kekhawatiran tentang hal
ini, mengingat amalan di dalamnya lebih banyak manfaatnya, karena ia
dapat membangkitkan kalbu orang yang membaca atau yang berdzikir, ia
mengumpulkan semangat untuk berfikir, mengalahkan pendengaran kepadanya,
mengusir tidur, dan menambah kegiatan” (dalam Kitab Haqiqot Al-Tawwasulu wa Al-Wasilat
Al-Adlow’il kitabi wa As-Sunnah).
Syekh Ibrihim Al-Mabtuli r.a. menerangkan juga dalam kita kifayatul At-Qiya hal 108 : “Irfa’uu ashwatakum fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“ Artinya: “Keraskanlah
suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah
(keteguhan hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”. Selanjutnya masih menurut beliau “Dan
wajib bagi murid-murid yang masih didalam tahap belajar menuju Allah,
untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai terbongkarlah hijab
(yaitu penghalang kepada Allah yang telah menjadikan hati jadi keras
bagaikan batu, penghalangnya yaitu seperti sipat malas, sombong, ria,
iri dengki dan sebagainya)
Imam Al-Ghozali r.a. mengatakan: “Sunnat
dzikir keras (jahar) diberjemaahkan di mesjid karena dengan banyak
suara keras akan memudahkan cepat hancurnya hati yang keras bagaikan
batu, seperti satu batu dipukul oleh orang banyak maka akan cepat
hancur”.
KENAPA MESTI DZIKIR KERAS?
Ulama ahli ma’rifat mengatakan bahwa untuk mencapai ma’rifat kepada
Allah bisa diperoleh dengan kebeningan hati. Sedangkan kebeningan hati
itu bisa dicapai dengan suatu thoriqoh (cara), diantaranya banyak berdzikir kepada Allah. Jadi, ma’rifat tidak
akan bisa diperoleh jika hati kita masih dipengaruhi dengan ananiyah(akauan diri), penuh dengan kesombongan, ria,
takabur, iri dengki, ujub, dendam, pemarah, malas beribadah dan lain-lain.
Oleh sebab itu dzikir diantara salah satu cara (thiriqoh) untuk membersihkan hati dan mengeluarkan sifat ananiyah yang selama ini bersarang didalam hati hingga punya akuan yang kuat dalam diri yang merasakan (aku buat itu dan ini) dalam melakukan segala amal.
Sebab itulah, diantara manusia yang sering menyalahgunakan fitrah yang diberikan Tuhan,
sehingga hati mereka menjadi keras. Sifat-sifat yang tidak terpuji
tersebut, mendorong manusia memiliki hati yang keras melebihi batu. Hal
tersebut sebagaimana kalimat yang tercantum dalam Al Quran surat Al
Baqoroh ayat 74: “tsumma qosat quluubukum minba’di dzaalika fahiya kal hijaaroti aw asyaddu qoswatun”, artinya “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,bahkan lebih keras lagi”. Dari
ayat tersebut hati manusia yang membangkang terhadap Allah menjadikan
hatinya keras bagaikan batu bahkan lebih keras daripada batu.
Maka,
jalan keluarnya untuk melembutkan hati yang telah keras bagaikan batu
sehingga kembali tunduk kepada Allah, sebagaimana Ulama ahli ma’rifat mengatakan penafsirkan ayat tersebut, sebagaimana dalam kitab miftahu Ash-Sshudur karya Sulthon Awliya Assayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a. bahwa “fakamaa annal hajaro laa yankasiru illa biquwwatin dlorbil muawwil fakadzaalikal qolbu laayankasiru illa biquwwati ”, artinya “sebagaimana
batu tidak pecah kecuali bila dipukul dengan tenaga penuh pukulan
palunya, demikian hati yang membatu tidak akan hancur kecuali dengan
pukulan kuatnya suara dzikir. “liannadz dzikro laa yu’tsiru fiijam’i tsanaati qolbi shohibihi illa biquwwatin”, artinya “
Demikian pula dzikir tak akan memberi dampak dalam menghimpun fokus
hati pendzikirnya yang terpecah pada Allah kecuali dengan suara keras”.
Syekh Ibrihim Al-Mabtuli r.a. menerangkan juga dalam kita kifayatul At-Qiya hal 108 : “Irfa’uu ashwatakum fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“ Artinya: “Keraskanlah
suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah
(keteguhan hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”. Selanjutnya masih menurut beliau “Dan
wajib bagi murid-murid yang masih di dalam tahap belajar menuju Allah,
untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai terbongkarlah hijab
(yaitu penghalang yang akan menghalangi kita dekat kepada Allah, seperti
sifat-sifat jelek manusia: iri, dengki, sombong, takabur,dll yang
disumberkan oleh hati yang keras).
CARA BERDZIKIR DENGAN KERAS YANG DIAJARKAN ROSUL
Dalam hadits shohihnya, dari Yusuf Al-Kaorani : “Sesungguhnya
Sayyidina ‘Ali r.a. telah bertanya pada Nabi Saw. : Wahai Rosulullah,
tunjukkanlah kepadaku macam-macam thoriqot (jalan) yang paling dekat
menuju Allah dan yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan yang paling
utama di sisi Allah, maka Nabi Saw menjawab: wajiblah atas kamu
mendawamkan dzikkrullah: Sayyidina ‘Ali r.a bertanya lagi: Bagaimana
cara berdzikirnya ya Rosulallah? Maka Nabi menjawab: pejamkan kedua
matamu, dan dengarkan (ucapan) dariku tiga kali, kemudian ucapkan olehmu
tiga kali, dan aku akan mendengarkannya. Maka Nabi Saw. Mengucapkan LAA
ILAAHA ILLALLAH tiga kali sambil memejamkan kedua matanya dan
mengeraskan suaranya, sedangkan Sayyidina ‘Ali r.a mengucapkan LAA
ILAAHA ILLALLAH tiga kali, sedangkan Nabi Saw memdengarkannya”. (Hadits dengan sanad sahih, dalam kitab Jami’ul Ushul Auliya)
Dalam kitab Tanwirul Quluub dijelaskan cara gerakan dzikir agar terjaga dari datangnya Syetan, merujuk Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al’Arof ayat 17: “Demi Allah (kami Syetan) akan datang kepada manusia melalui arah depan, arah belakang, arah kanan dan arah kiri”. Ayat
ini menunjukan arah datangnya syetan untuk menggoda manusia agar
menjadi ingkar terhadap Allah. Jelas, sasarannya manusia melalui empat
arah; 1. Depan 2.Belakang 3.Kanan 4.Kiri.Maka, dzikirnya pun harus
menutup empat arah. Dalam kitab Tanwirul Qulub: ucapkan kalimat “LAA” dengan
diarahkan dari bawah pusat tarik sampai otak hal ini untuk menutup
pintu syetan yang datang dari arah depan dan belakang. Adapun ditarik
kalimat itu ke otak karena syetan mengganggu otak/pikiran kita sehingga
banyak pikiran kotor atau selalu suuddzon. Dan “ILAA” dengan diarahkan ke susu kanan atas, dan kalimat “HA” diarahkan ke arah susu kanan bagian bawah adapun ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah kanan. Dan “ILLALLAH” diarahkan
ke susu kiri yang bagian atas serta bawahnya, hal ini untuk menutup
pintu syetan yang datangnya dari arah kiri, namun lapadz jalalah yaitu lapadz “ALLAAH”nya
diarahkan dengan agak keras ke susu kiri bagian bawah sekitar dua jari,
karena disanalah letaknya jantung atau hati (keras bagaikan batu)
sebagaimana pendapat Imam Al-ghozali.Kifiat amalan zikir ini perlulah diambil dari guru yang mursid yang bersanad jejak hingga rasulullah.
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhani (Bukhari dan Muslim) dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu berkata: “Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir setelah orang-orang menyelesaikan sholat wajib sudah atas persetujuan dari Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam”. Berkata pula ibn ‘Abbas: “Sesungguhnya aku selalu mengetahui apabila mereka telah menyelesaikan sholat, kemudian terdengar mereka berdzikir.”
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi dan beliau menyatakan shohih, dan an-Nasa’i serta ibn Majah, dari Sa’ib bahwasanya Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Jibril ‘alahissalaam mendatangiku dan berkata: ‘Perintahkan para sahabatmu untuk mengeraskan suara mereka di dalam bertakbir.’”
Sebahaian kutipan dari kitab al-Hawi li al-Fatwi pada Sub Bab Natiijat al-Fikr Fi al-Jahr Fi adz-Dzikr
Waullahualam..
Tiada ulasan:
Catat Ulasan